Oleh: Eko Tjiptojuwono, SE, MM, MMPar.

Eksperimen Model Pendapatan Baru di Industri Hotel Luxury
Dalam lanskap hospitality yang terus berubah, hotel-hotel luxury tidak lagi hanya bergantung pada tradisional pendapatan kamar (room revenue) sebagai tulang punggung bisnis mereka. Tekanan kompetisi, perubahan perilaku konsumen, dan disrupsi teknologi mendorong para pelaku industri untuk berpikir lebih kreatif dan strategis. Konsep “luxury” sendiri telah berevolusi dari sekadar kemewahan fisik (opulence) menuju pengalaman yang personal, transformatif, dan bernilai. Perubahan paradigma inilah yang memicu gelombang eksperimen dengan model pendapatan baru, mengubah hotel dari penyedia akomodasi menjadi hub gaya hidup yang dinamis.
Paradigma kemewahan baru bergeser dari menjual kamar menjadi menjual pengalaman dan gaya hidup. Hotel-hotel yang paling berwawasan ke depan bukan lagi sekadar penyedia akomodasi; mereka adalah kurator transformasi pribadi, dan model pendapatan mereka mencerminkan pergeseran ini dengan memonetisasi setiap aspek perjalanan tamu (Kapoor, 2023).
1. Dari Transactional ke Experiential: Memonetisasi Momen
Model pendapatan tradisional bersifat transaksional: tamu membayar untuk menginap semalam. Kini, hotel luxury beralih ke model yang memusatkan pada pengalaman (experience-centric).
Industri ini sedang beralih dari model transaksional ke model pengalaman. Masa depan penginapan mewah bukan tentang menjual kamar; melainkan tentang menciptakan pengalaman imersif dan personal yang membuat tamu bersedia membayar lebih, mengubah seluruh masa inap menjadi serangkaian momen yang dapat diuangkan (Deloitte, 2023).
– Branded Experiences dan Aktivasi Kurated
Hotel-hotel seperti The Ritz-Carlton telah lama menawarkan program “Ritz-Carlton Journeys,” yang memaketkan pengalaman unik seperti tur kuliner privat atau petualangan alam. Kini, ini diperluas bukan hanya untuk tamu yang menginap, tetapi juga untuk pelanggan eksternal. Sebuah hotel di Bali bisa menjual pengalaman membuat sesajen dengan pendeta lokal, atau kelas melukis dengan senawan ternama, yang dapat dibeli secara terpisah dari menginap. Ini membuka segmen pasar baru: komunitas lokal dan wisatawan yang hanya ingin mengalami “aura” hotel luxury tanpa harus menginap.
– Pop-up dan Kolaborasi Terbatas
Kolaborasi dengan brand fashion, seniman, atau chef selebriti untuk menciptakan pop-up restaurant atau bar yang hanya berlangsung selama beberapa bulan menjadi strategi yang efektif. Keterbatasan waktu (scarcity) menciptakan urgensi dan daya tarik media, menarik tamu baru dan memonetisasi ruang yang sebelumnya statis. Pendapatan tidak hanya datang dari penjualan F&B, tetapi juga dari sewa venue dan bagi hasil dengan brand kolaborator.
2. Memanfaatkan Aset Tak Berwujud: Lisensi dan Konsultasi
Aset tak berwujud dari merek hotel mewah reputasinya, nilai simbolisnya, dan janji layanan yang luar biasa telah menjadi sumber pendapatan langsung. Melalui lisensi merek, kontrak manajemen, dan hunian bermerek, hotel-hotel mewah secara efektif memonetisasi ekuitas merek mereka, mengubahnya dari elemen pemasaran yang mendukung menjadi lini produk inti yang menguntungkan (Perez dan Kim, 2022).
Kekuatan terbesar sebuah hotel luxury seringkali terletak pada namanya sebuah brand yang diasosiasikan dengan pelayanan, standar, dan keahlian yang tinggi. Aset tak berwujud ini kini menjadi komoditas yang dapat dijual.
– Brand Licensing dan Management Contract
Model ini sudah lama ada, tetapi kini semakin agresif. Brand luxury seperti Bulgari, Armani, atau Aman tidak selalu membangun dan memiliki hotel mereka sendiri. Mereka melisensikan namanya dan menyediakan keahlian operasional kepada pengembang properti. Ini menghasilkan pendapatan yang hampir murni profit dalam bentuk fee management dan royalty, dengan risiko modal yang jauh lebih rendah.
– Consutancy Services
Tim dari hotel luxury yang telah memenangkan penghargaan—mulai dari chef, direktur pelayanan, hingga manajer SDM—mulai menawarkan jasa konsultasi kepada bisnis lain di luar industri hospitality. Mereka dapat membantu melatih staf restoran independen, menyusun standar pelayanan untuk klub eksklusif, atau bahkan menjadi konsultan bagi developer residential yang ingin menghadirkan “feel” hotel luxury di apartemen mereka.

3. Menghidupkan Ruang Publik: Hotel sebagai Destination Hub
Lobi hotel mewah ini sedang dirombak secara radikal dari sebuah jalan raya transisi menjadi pusat sosial yang dinamis. Desain ulang yang strategis ini memposisikan lobi sebagai destinasi tersendiri—sebuah panggung yang dirancang khusus untuk interaksi sosial, ruang kerja bersama, dan eksplorasi kuliner, yang dirancang untuk menarik tamu dan kalangan elit lokal, sehingga memperluas aliran pendapatan hotel melampaui tarif kamar tradisional (Lee dan Schubert, 2023).
Lobi hotel luxury tradisionalnya adalah ruang transisi. Kini, lobi didesain ulang menjadi tujuan sosial itu sendiri (a destination to see and be seen).
– Co-working dan Membership Models
Munculnya tren kerja remote dan kebutuhan akan ruang kerja yang inspiratif melahirkan model keanggotaan (membership). Brand seperti Soho House telah membuktikan kekuatan model ini, dan kini hotel-hotel independen mengikutinya. Mereka menawarkan keanggotaan bulanan atau tahunan yang memberikan akses ke lobi, ruang co-working yang didesain khusus, meeting room, serta diskon di F&B outlet dan spa. Ini menciptakan aliran pendapatan berulang (recurring revenue) dan membangun komunitas loyal yang selalu hadir, meningkatkan traffik dan potensi belanja tambahan.
– Retail dan Branded Merchandise
Hotel tidak lagi hanya menjual barang-barang bermerek hotel di toko suvenirnya. Mereka berkolaborasi dengan brand lokal atau internasional untuk menjual produk kurasi, mulai dari fashion, perabot rumah tangga, hingga kosmetik. Bahkan, beberapa hotel meluncurkan lini produk ritel mereka sendiri. Misalnya, minuman signature dari bar hotel dapat dikemas dan dijual secara online, atau aroma khas lobi hotel dijual dalam bentuk lilin (candle). Ini mentransformasi pengalaman sensorik tamu menjadi produk yang dapat dibawa pulang, memperpanjang hubungan dengan brand dan menciptakan saluran pendapatan e-commerce yang baru.

4. Personalisasi dan Teknologi: Data sebagai Aset Baru
Di sektor perhotelan mewah, data telah muncul sebagai aset strategis baru, melampaui pembeda fisik tradisional. Melalui investasi signifikan dalam Manajemen Hubungan Pelanggan (CRM) terintegrasi dan platform data terpusat, hotel-hotel mewah mengubah data tamu menjadi kecerdasan prediktif. Hal ini memungkinkan kurasi penawaran dan pengalaman layanan yang sangat personal, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan pendapatan dan menumbuhkan loyalitas merek yang tak tergoyahkan (Mölen, Erdélyi dan Naderi, 2023).
Dalam era digital, data yang dikumpulkan dari preferensi tamu adalah tambang emas. Hotel luxury berinvestasi besar-besaran dalam Customer Relationship Management (CRM) dan sistem lain untuk memanfaatkannya.
– Hyper-personalized Offers dan Predictive Analytics
Dengan menganalisis data riwayat menginap, preferensi makanan, dan aktivitas yang dinikmati, hotel dapat mengirimkan penawaran yang sangat personalisasi sebelum tamu bahkan melakukan pemesanan. Misalnya, menawarkan paket spa tertentu yang sesuai dengan kebutuhan tamu, atau mengatur tur privat berdasarkan minatnya. Personalisasi ini meningkatkan konversi penjualan dan pendapatan tambahan (ancillary revenue).
– Monetisasi Platform Teknologi
Beberapa grup hotel mengembangkan aplikasi dan platform teknologi yang tidak hanya untuk memesan kamar, tetapi sebagai pusat pengalaman tamu. Ke depannya, platform ini berpotensi menjadi marketplace yang menawarkan layanan dari pihak ketiga (seperti penyewaan mobil mewah, pemesanan restoran di luar hotel, atau tiket event), di mana hotel mendapatkan komisi. Hotel bertindak sebagai kurator terpercaya bagi gaya hidup tamunya.

5. Ekstensi Brand Beyond the Walls: Akomodasi dan Residential
Maraknya hunian bermerek hotel merupakan perluasan merek strategis yang melampaui batasan perhotelan tradisional. Model ini memungkinkan merek-merek hotel mewah untuk memanfaatkan ekuitas tak berwujud mereka—prestise, keunggulan layanan, dan asosiasi gaya hidup—ke dalam pasar real estat, menciptakan aliran pendapatan baru yang kuat sekaligus memperluas kehadiran fisik dan titik kontak konsumen tanpa intensitas modal kepemilikan real estat hotel (Lorenzini, Pizzetti dan Garg, 2023).
Konsep kemewahan sebuah hotel tidak lagi terbatas pada bangunan fisiknya.
– Hotel-Branded Residences
Ini adalah model yang sangat sukses. Developer bekerja sama dengan brand hotel luxury (seperti Four Seasons atau St. Regis) untuk mengelola apartemen atau villa mewah. Pemilik unit mendapatkan manfaat dari layanan dan fasilitas hotel (seperti housekeeping, concierge, akses ke spa dan pool), sementara hotel mendapatkan pendapatan dari fee management dan exposure kepada audiens yang lebih luas.
– Private Villa dan Vacation Rentals Management
Melihat kesuksesan platform seperti Airbnb dalam segmen premium, beberapa grup hotel mulai meluncurkan divisi untuk mengelola villa-villa mewah. Mereka menerapkan standar pelayanan hotel mereka pada properti privat ini, memberikan jaminan kualitas dan pelayanan yang tidak bisa ditawarkan oleh pemilik individu. Ini adalah cara untuk menangkap segmen pasar yang menginginkan privasi dan ruang, tetapi dengan sentuhan kemewahan hotel.
Tantangan dan Masa Depan
Eksperimen ini bukan tanpa tantangan. Hotel harus menjaga integritas brand dan standar pelayanan yang menjadi DNA mereka. Terlalu banyak aktivasi komersial dapat mengikis aura eksklusivitas. Selain itu, investasi dalam teknologi dan sumber daya manusia untuk mendukung model baru ini tidaklah kecil.
Hotel mewah kontemporer bukan lagi sekadar destinasi, melainkan platform gaya hidup terintegrasi. Pergeseran strategis ini menuntut pemikiran ulang yang mendasar dalam menghasilkan pendapatan, melampaui transaksi kamar-malam, menuju kurasi hubungan merek yang berkelanjutan. Profitabilitas semakin diperoleh dengan mengintegrasikan hotel ke dalam identitas dan kehidupan sehari-hari tamu, mengubah model bisnis dari keramahtamahan episodik menjadi langganan gaya hidup berkelanjutan (Venter de Villiers dan Saayman, 2024).
Gelombang eksperimen model pendapatan baru di hotel luxury menandai pergeseran fundamental: dari menjadi tujuan menuju menjadi bagian dari gaya hidup tamu. Kesuksesan tidak lagi diukur hanya dari tingginya Occupancy Rate, tetapi dari kedalaman hubungan dengan tamu, diversifikasi aliran pendapatan, dan kemampuan brand untuk tetap relevan dalam kehidupan para pelanggannya baik saat mereka menginap, bekerja, bersantai, atau bahkan tinggal di rumah mereka sendiri. Masa depan hotel luxury terletak pada fleksibilitas, kreativitas, dan keberanian untuk mendefinisikan ulang arti sebenarnya dari “kemewahan.”
Sumber Referensi:
Kapoor, A., 2023. Beyond the room: The future of revenue management in luxury hospitality. HVS Global Hospitality Services.
Deloitte, 2023. Hospitality 2025: The experience economy takes center stage. Deloitte Insights.
Perez, A. S. dan J. Kim, 2022. The alchemy of luxury: Monetizing brand intangibles in the hotel industry. Journal of Hospitality and Tourism Research, 46(5), 891–910.
Lee, H. dan S. Schubert, 2023. The third place in luxury: Social hub hotel lobbies and the new economics of prestige. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 35(8), 2781-2800.
Mölen, T., G. Erdélyi dan N. Naderi, 2023. Data-driven personalization in luxury hotels: From guest intelligence to predictive hospitality. Journal of Travel Research, 62(7), 1551-1568.
Lorenzini, E., M. Pizzetti dan R. Garg, 2023. Living the brand: The rise of hotel-branded residences and the monetization of luxury identity. Journal of Business Research, 165, 114049. Venter de Villiers, M. dan M. Saayman, 2024. The lifestyle curator: Revenue model innovation in luxury hospitality. Tourism Management Perspectives, 51, 101245.
