Oleh: Agustina Dianova, S.Ak.,M.Ak
Pendahuluan
Generasi Z (lahir 1997–2012) merupakan kelompok yang tumbuh dalam lingkungan digital yang sangat cepat, dengan paparan teknologi, media sosial, dan berbagai layanan finansial berbasis aplikasi. Kondisi ini menghadirkan peluang untuk mengelola keuangan secara lebih efisien, tetapi juga menyimpan risiko yang signifikan. Penelitian Lusardi dan Mitchell (2014) menunjukkan bahwa literasi keuangan merupakan determinan penting dalam pengambilan keputusan finansial yang rasional dan berkelanjutan. Dalam konteks Gen Z, literasi tersebut menjadi semakin relevan mengingat kompleksitas layanan keuangan digital yang semakin berkembang.
Fenomena Paylater dan Perubahan Perilaku Konsumsi
Layanan paylater telah menjadi fitur yang sangat populer di kalangan anak muda, terutama mahasiswa dan pekerja pemula. Kemudahan registrasi, proses verifikasi cepat, serta integrasi dengan e-commerce mendorong percepatan perilaku konsumtif.
Dalam perspektif ekonomi perilaku, kemudahan transaksi menurunkan pain of paying, sehingga pengguna cenderung membeli barang tanpa memperhitungkan kemampuan finansial jangka panjang. Hal ini sejalan dengan temuan Barber dan Odean (2001) yang menunjukkan bahwa perilaku berlebihan (overconfidence) berperan besar dalam pengambilan keputusan finansial yang tidak optimal (Barber & Odean, 2001)
Pada konteks paylater, overconfidence muncul ketika pengguna meyakini bahwa mereka akan mampu melunasi tagihan di masa depan, padahal kondisi aktual sering kali tidak mendukung. Akibatnya, banyak pengguna terjebak dalam pola cicilan beruntun, sehingga risiko gagal bayar meningkat.
Fenomena FOMO dan Pengaruh Media Sosial
Media sosial memegang peran signifikan dalam membentuk perilaku finansial generasi muda. Budaya flexing, gaya hidup estetis, dan ekspektasi sosial di dunia digital mendorong munculnya Fear of Missing Out (FOMO) dalam aktivitas ekonomi.
Penelitian Przybylski et al. (2013) menemukan bahwa FOMO merupakan motivator kuat dalam perilaku emosional dan konsumsi impulsif, terutama pada individu yang memiliki kebutuhan tinggi akan keterhubungan sosial. Dalam konteks keuangan, FOMO mendorong perilaku beli karena “takut ketinggalan tren”, bukan berdasarkan kebutuhan atau perencanaan finansial.
Fenomena ini semakin diperkuat dengan iklan terpersonalisasi, influencer marketing, dan konten haul, yang menciptakan persepsi bahwa konsumsi adalah bagian dari identitas sosial. Tanpa literasi keuangan yang memadai, Gen Z rentan melakukan pembelian berlebihan (overspending) yang berdampak pada kondisi finansial jangka panjang.
Tantangan Literasi Finansial Gen Z
Meskipun Gen Z sangat terampil menggunakan teknologi, tingkat literasi keuangannya belum tentu sejalan. Lusardi dan Mitchell (2023) menegaskan bahwa literasi keuangan adalah fondasi bagi perilaku finansial yang sehat dan harus dipandang sebagai “modal manusia” penting dalam era modern
Beberapa tantangan utama meliputi:
- Minimnya pengetahuan tentang pengelolaan utang.
Banyak pengguna paylater tidak memahami struktur bunga, denda, atau konsekuensi keterlambatan. - Kurangnya perencanaan keuangan pribadi.
Perencanaan anggaran belum menjadi kebiasaan rutin di kalangan mahasiswa dan pekerja muda. - Paparan informasi finansial yang tidak kredibel.
Media sosial dipenuhi konten “financial guru” tanpa dasar yang valid. - Tidak adanya pengajaran keuangan formal sejak pendidikan dasar.
Hal ini diperkuat dalam literatur Lusardi & Mitchell (2014) yang menekankan minimnya pendidikan keuangan formal di banyak negara.
Strategi Meningkatkan Literasi dan Ketahanan Finansial Gen Z
Untuk mengatasi risiko keuangan dan meningkatkan kesejahteraan jangka panjang, beberapa langkah strategis dapat dilakukan:
a. Pendidikan Keuangan Berbasis Kurikulum
Lembaga pendidikan perlu mengintegrasikan materi keuangan pribadi ke dalam kurikulum, termasuk modul tentang utang, investasi, dan manajemen risiko.
b. Penggunaan Aplikasi Perencanaan Keuangan
Aplikasi budgeting dapat membantu Gen Z memantau pengeluaran, menentukan prioritas, dan membangun kebiasaan tabungan.
c. Penguatan Regulasi terhadap Layanan Digital Lending
Regulasi OJK mengenai bunga, denda, dan transparansi paylater perlu terus diperkuat untuk melindungi konsumen.
d. Edukasi Melawan FOMO dan Overspending
Program literasi digital dapat mengajarkan bagaimana mengidentifikasi tekanan sosial media dan membuat keputusan berdasarkan analisis, bukan emosi.
Kesimpulan
Fenomena paylater, FOMO, dan tekanan media sosial merupakan dinamika baru dalam perilaku keuangan generasi Z. Tanpa literasi finansial yang memadai, kelompok ini berpotensi mengalami kesulitan ekonomi jangka panjang. Literatur akademis menegaskan bahwa literasi keuangan adalah komponen penting yang mendorong kesehatan finansial dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (Lusardi & Mitchell, 2014; 2023). Oleh karena itu, berbagai pihak—pendidikan, pemerintah, hingga platform digital—perlu berkolaborasi untuk menciptakan ekosistem finansial yang aman dan mendukung perkembangan generasi muda.
Daftar Referensi
- Lusardi, A., & Mitchell, O. S. (2014). The Economic Importance of Financial Literacy: Theory and Evidence. Journal of Economic Literature, 52(1), 5–44. https://doi.org/10.1257/jel.52.1.5
- Lusardi, A., & Mitchell, O. S. (2023). The Importance of Financial Literacy: Opening a New Field. Journal of Economic Perspectives, 37(4), 137–154. https://doi.org/10.1257/jep.37.4.137
- Barber, B. M., & Odean, T. (2001). Boys Will Be Boys: Gender, Overconfidence, and Common Stock Investment. The Quarterly Journal of Economics, 116(1), 261–292. https://doi.org/10.1162/003355301556400
- Przybylski, A. K., Murayama, K., DeHaan, C. R., & Gladwell, V. (2013). Motivational, Emotional, and Behavioral Correlates of Fear of Missing Out. Computers in Human Behavior, 29(4), 1841–1848. https://doi.org/10.1016/j.chb.2013.02.014