Akuntansi

Olympic Games Paris 2024: dalam Perspektif Ekonomi

Oleh: Evada El Ummah K, S.AB., M.AB.

SURABAYA – Olimpiade (bahasa Prancis: les Jeux olympiques, JO) adalah ajang olahraga internasional empat tahunan. Event ini diikuti oleh ribuan atlet dan mempertandingkan cabang-cabang olahraga musim panas dan musim dingin. Olimpiade merupakan kompetisi olahraga terbesar dan terkemuka di dunia, dengan lebih dari 200 negara berpartisipasi [¹]. Indonesia sendiri secara rutin mengikuti hanya Olimpiade Musim Panas. Indonesia pertama kali berpartisipasi pada Olimpiade Helsinki 1952 di Finlandia, dan tak pernah absen berpartisipasi pada tahun-tahun berikutnya, kecuali pada tahun 1964 dan 1980. Tahun 2024, Pagelaran Olympic Games saat ini sedang diadakan di Paris, Prancis. Event olahraga internasional ini menjadi kali ketiga Prancis menyelenggarakan pesta olahraga terbesar di dunia. Prancis menjadi tuan rumah olimpiade pertama kali pada 1900. Kemudian Prancis kembali jadi tuan rumah pada 1924 dan 2024 [6].

  1. Biaya dan Anggaran Olimpiade

Komite Olimpiade Internasional (IOC) sebagai organisasi payung dari Gerakan Olimpiade, terdiri dari sejumlah besar organisasi dan federasi olahraga nasional dan internasional, termasuk mitra media beserta atlet, ofisial, juri. Setiap pihak yang terlibat wajib mematuhi Piagam Olimpiade [¹]. Awalnya, IOC menolak komersialisasi dan sponsor, serta menolak keterlibatannya dalam agenda politik, dibawah kepemimpinan Avery Brundage. Brundage merupakan president IOC pertama yang memimpin selama 20 tahun. IOC hanya memiliki aset sebesar $2 juta di masa pensiunnya. Tahun 1972, IOC mulai membuka diri dan bekerjasama dengan sponsor internasional dan memberikan hak siar hingga mencapai aset $45 juta. The Olympic Program (TOP) pada tahun 1985 untuk menciptakan sebuah merek dagang Olimpiade. Anggota TOP diharuskan untuk membayar sebesar $50 juta untuk biaya masuk selama 4 tahun [⁴]. Perusahaan-perusahaan yang menjadi anggota TOP menerima hak eksklusif global untuk mengiklankan produk mereka dalam penyelenggaraan Olimpiade serta bebas menggunakan logo Olimpiade dalam publikasi dan iklan produk mereka

Sarjana Oxford, Bent Flyvbjerg dan Allison Stewart telah meneliti biaya-biaya yang dikeluarkan demi keberlangsungan acara Olympic Games, baik musim panas maupun musim dingin [⁵]. Penyelenggaraan Olimpiade dengan biaya paling mahal:

  1. Olimpiade Sochi 2014, yaitu US$ 51 miliar,
  2. Olimpiade Beijing 2008 ($44 miliar)
  3. Olimpiade London 2012 ($14,8 miliar).

Biaya di sini hanya mencakup biaya yang berhubungan dengan olahraga, tidak termasuk biaya umum lainnya seperti konstruksi jalan, rel, infrastruktur bandara, atau biaya pribadi lainnya seperti akomodasi dan investasi bisnis yang terjadi dalam persiapan Olimpiade. Secara historis biaya olimpiade merupakan yang terbesar dibanding mega proyek lainnya di dunia.

Data Flyvbjerg dan Stewart[5] juga menunjukkan bahwa kota dan negara yang memutuskan untuk menjadi tuan rumah Olimpiade harus siap menghadapi risiko finansial terburuk mereka. Sebagai contoh, pembengkakan biaya dalam Olimpiade 2004 menyebabkan Athena mengalami kebangkrutan dan harus berutang, secara substansial turut memperburuk kondisi keuangan negara dan menjadi salah satu penyebab krisis ekonomi Yunani 2008-2012. Sementara itu, Montreal membutuhkan waktu 30 tahun untuk melunasi utang akibat pembengkakan biaya yang terjadi dalam penyelenggaraan Olimpiade 1976. Pembengkakan biaya terbesar dalam sejarah Olimpiade:

  1. Olimpiade Montreal 1976 (796%),
  2. Barcelona 1992 (417%) dan
  3. Lake Placid 1980 (321%).

Penyelenggaraan Olimpiade 2024 ini diperkirakan menelan biaya  antara USD 8,2 miliar hingga USD 10 miliar atau sekitar Rp 133,22 triliun-Rp 162,47 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah 16.247) [6] . Biaya sebesar sekitar USD 3,2 miliar atau sekitar Rp 51,98 triliun untuk membangun dua stadion baru yakni Olympic Aquatics Center dan Adidas Arena.

B. Manfaat ekonomi

Penyelenggaraan Olimpiade dapat mendatangkan manfaat ekonomi yang besar bagi tuan rumah. Benefit ajang internasional tersebut akan mendorong sejumlah sektor di negara tuan rumah penyelenggara, seperti tenaga kerja, bisnis, hingga pariwisata [2]. Laman resmi Olympics merilis data tuan rumah penyelenggara dengan manfaat ekonomi terbesar [1]:

  1. Olimpiade Los Angeles pada 2028 diperkirakan mendapat manfaat ekonomi terbesar, yakni mencapai US$18,3 miliar atau Rp296,5 triliun (kurs Rp16.200/US$).
  2. Olimpiade Brisbane pada 2032 berada di posisi kedua dengan perkiraan dampak ekonomi mencapai US$13,4 miliar atau Rp217 triliun.

Tabel 1.Perkiraan Manfaat Ekonomi bagi Penyelenggara (2024-2032)

Sedangkan Olimpiade Musim Dingin di Milano Cortina pada 2026 diperkirakan memberikan dampak ekonomi paling sedikit, yakni US$3,2 miliar atau Rp51,8 triliun. Sedangkan Olimpiade Paris 2024 yang saat ini masih berlangsung diperkirakan menghasilkan keuntungan ekonomi sebesar US$12,2 miliar atau Rp197,6 triliun, seperti yang ditunjukkan Tabel 1.

Manfaat ekonomi lain yang dirasakan pihak penyelenggara yaitu berhasil membuka banyak lapangan pekerjaan. Pada Olimpiade London 2012, misalnya, tercipta 110.000 pekerjaan selama kurun 2010-2017 di enam wilayah di London Timur. Olimpiade Rio 2016, sebanyak 18.000 lapangan pekerjaan juga berhasil dibuka. Adapun pada Olimpiade Paris 2024, diperkirakan akan ada 181.000 pekerjaan tercipta.

Mengutip Flyvbjerg dan Stewart [⁵] dapat disimpulkan bahwa selama satu dekade terakhir, pembengkakan biaya dalam Olimpiade sudah mengalami penurunan. Untuk periode 2000-2010 rata-rata pembengkakan biaya adalah 47 %, padahal sebelum itu rata-ratanya mencapai 258 %. Namun, Olimpiade London 2012 telah mengembalikan tren ini dengan pembengkakan biaya yang dikeluarkannya yang menembus angka 101 persen; mengembalikannya ke angka tiga digit. Besarnya biaya yang dikeluarkan dapat menjadi keuntungan yang besar apabila mampu mengelola dengan baik, seperti yang diperoleh oleh Olimpiade Los Angeles.

Olimpiade Paris menjadi ajang perlombaan olahraga pertama yang ditargetkan hanya memakan biaya di bawah 10 miliar Dolar AS (Rp162 triliun) pada tahun ini [7]. Hal  ini dilakukan setelah Komite Olimpiade Internasional (IOC) berupaya mengambil pendekatan yang lebih hemat dan ramah lingkungan terhadap acara olahraga tahunan ini. Menurut para ekonomi penyelenggaraan olimpiade hampir selalu menelan biaya yang fantastis dianggap tidak menguntungkan secara finansial, sehingga diperlukan langkah yang lebih konkret di masa mendatang agar Olimpiade benar-benar berkelanjutan dan sehat secara ekonomi.

Sumber Referensi:

[¹]https://olympics.com/ , diakses tanggal 27 Juli 2024.

[²]https://dataindonesia.id/olahraga/detail/data-dampak-ekonomi-penyelenggaraan-olimpiade-pada-2024-hingga-2032 , diakses tanggal 27 Juli 2024.

[³] https://iap2.or.id/olimpiade-paris-2024-membangun-keterlibatan-masyarakat-global/ , diakses tanggal 27 Juli 2024.

[⁴] Buchanan, Ian (2001). “Historical dictionary of the Olympic movement”. Lanham: Scarecrow Presz. ISBN 978-0-8108-4054-6.

[⁵] Flyvbjerg, Bent and Allison Stewart, 2012, “Olympic Proportions: Cost and Cost Overrun at the Olympics 1960–2012,” Working Paper, Saïd Business School, University of Oxford.

[⁶] https://www.liputan6.com/bisnis/read/5653676/olimpiade-paris-2024-diprediksi-habiskan-biaya-rp-13322-triliun-buat-apa-saja , diakses tanggal 27 Juli 2024.

[⁷] https://rmol.id/olahraga/read/2024/07/29/630411/ajang-olahraga-dunia-tidak-lagi-menguntungkan-ioc-targetkan-biaya-olimpiade-paris-di-bawah-10-miliar-dolar , diakses tanggal 27 Juli 2024.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *