Author: Halida Achmad Bagraff, S.E., M.SA., Ak, C.A
Dosen: Akuntansi
Pajak internasional adalah perjanjian perpajakan antara negara-negara yang memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan dijalankan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Konvensi Wina. Kesepakatan ini menghasilkan efek di mana aturan pajak yang berlaku di suatu negara tidak berlaku untuk penduduk atau organisasi asing, asalkan ada perjanjian bilateral khusus antara kedua negara yang terlibat dalam kesepakatan tersebut. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah digunakan untuk menentukan pembagian hak pemajakan suatu transaksi antara negara sumber, yaitu negara asal pendapatan, dan negara domisili, yaitu negara di mana Wajib Pajak tinggal atau menetap. Dalam tahap pengadaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), setiap negara akan menyusun Model P3B sesuai dengan kebijakan masing-masing. Indonesia juga memiliki Model P3B yang diadaptasi sesuai dengan kebutuhan dan prinsip negaranya.
Secara umum, terdapat dua Model P3B di tingkat global, yaitu Model Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan Model Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Model OECD dibuat dengan mempertimbangkan perspektif dan kepentingan negara-negara maju, sementara Model PBB dibuat dengan mempertimbangkan perspektif dan kepentingan negara-negara berkembang. Model P3B yang digunakan oleh Indonesia merupakan hasil modifikasi dari Model PBB. Dengan merujuk ke Model P3B Indonesia, ketentuan-ketentuan dalam UU PPh yang dimodifikasi antara lain sebagai berikut: (1) Pengertian subjek pajak dalam negeri, (2) Perpajakan atas laba usaha dan bentuk usaha tetap (BUT), (3) Pelayaran dan penerbangan, (4) Perpajakan atas penghasilan dari modal, (5) Perpajakan atas penghasilan dari harta tidak bergerak, (6) Perpajakan atas penghasilan dari pengalihan harta (capital gain), (7) Perpajakan atas penghasilan dari pekerjaan, (8) Perpajakan atas penghasilan Lainnya, dan (9) Metode P3B.
Dalam PER-15/PJ/2018, Wajib Pajak luar negeri yang berhak untuk menerima penghasilan dari Indonesia dengan memanfaatkan P3B adalah sebagai berikut: (1) Wajib Pajak yang menerima penghasilan bukanlah subjek pajak dalam negeri Indonesia, (2) Wajib Pajak yang menerima penghasilan adalah subjek pajak dalam negeri dari negara mitra atau yurisdiksi mitra yang telah menyepakati P3B, (3) Tidak terjadi penyalahgunaan P3B, dan (4) Wajib Pajak yang menerima penghasilan merupakan beneficial owner, sesuai dengan persyaratan dalam P3B.
Pajak internasional mengatur dua hal, yaitu: (1) Pemajakan subjek pajak dalam negeri yang mendapatkan penghasilan dari sumber di luar negeri, dan (2) Pemajakan subjek pajak luar negeri yang menerima yang mendapatkan penghasilan dari sumber di dalam negeri. Tujuan adanya pajak internasional adalah: (1) Untuk meningkatkan perekonomian dan perdagangan kedua negara, dan (2) Menghilangkan hambatan dalam investasi penanaman modal asing akibat pengenaan pajak yang memberatkan wajib pajak dari kedua negara.
Setidaknya terdapat 2 faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya pajak internasional, antara lain: (1) Personal connecting factor, yaitu faktor yang menghubungkan hak perpajakan suatu negara berdasarkan status pada suatu subjek pajak negara yang berkaitan, namun untuk Wajib Pajak pribadi ketentuannya dilihat dari tempat tinggal dan keberadaannya, dan (2) Objective connecting factor, yaitu faktor yang menghubungkan hak perpajakan suatu negara berdasarkan dengan aktivitas ekonomi atau objek pajak yang berkaitan dengan daerah teritorial suatu negara.
Sebagai negara yang terlibat dalam hubungan internasional, Indonesia tidak dapat menghindari berbagai jenis transaksi, termasuk kegiatan impor, ekspor, dan aktivitas perdagangan internasional lainnya. Dalam konteks ini, penduduk dari suatu negara akan memperoleh penghasilan sebagai hasil dari transaksi antar negara tersebut, yang kemudian dikenakan pajak internasional. Indonesia, sebagai subjek hukum internasional, telah terlibat dalam Konvensi Wina dengan menandatangani dan mengikuti peraturan yang mengikat secara hukum antar negara yang terlibat dalam kesepakatan tersebut. Oleh karena itu, ketika ada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), hal ini tidak hanya dipengaruhi oleh keinginan Indonesia, melainkan juga melibatkan aspek timbal balik dan kesepakatan dari negara mitra.
Pembahasan tentang pajak internasional di Indonesia secara umum hanya berlaku untuk subjek dan objek pajak yang berada di wilayah Indonesia. Dengan kata lain, individu atau entitas yang tidak memiliki tempat tinggal atau kedudukan di Indonesia pada dasarnya tidak akan dikenakan pajak sesuai dengan hukum Indonesia. Namun, pajak internasional dapat berkaitan dengan subjek dan objek yang berada di luar wilayah Indonesia selama terdapat keterkaitan ekonomi atau hubungan kenegaraan dengan Indonesia.
Pajak internasional yang berlaku di Indonesia diatur secara menyeluruh dalam beberapa peraturan perpajakan nasional, termasuk:
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP): Merupakan undang-undang dasar yang mengatur prinsip-prinsip umum perpajakan di Indonesia, termasuk pajak internasional.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh): Menyeluruh dalam mengatur Pajak Penghasilan (PPh), termasuk ketentuan terkait pendapatan yang berasal dari transaksi internasional.
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang dan Jasa (UU PPn dan PPN): Mengatur Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan Barang dan Jasa (PPnBM), termasuk pada transaksi perdagangan internasional.
- Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda: Menyediakan panduan terkait Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diperoleh oleh Wajib Pajak yang telah memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
- Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan P3B: Mengatur tata cara dan prosedur pelaksanaan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) di Indonesia.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pelaporan Keuangan dan Teknologi Informasi untuk Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda: Menetapkan tata cara pelaporan keuangan dan teknologi informasi terkait P3B.
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda: Memberikan petunjuk pelaksanaan terkait ketentuan P3B.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa pajak internasional merupakan sistem perpajakan yang diatur antara dua negara yang memiliki perjanjian bilateral. Ketentuan dan tarif pajak ditetapkan oleh kedua negara yang terlibat, dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi hambatan investasi. Pajak internasional di suatu negara dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu status subjek dan objek pajak di negara tersebut. Penerapan pajak internasional tidak terlepas dari kerangka hukum pajak internasional. Adapun, di Indonesia, penerapan pajak internasional secara spesifik diatur oleh beberapa Peraturan Perpajakan Nasional.