Author: Eko Tjiptojuwono
Pemasaran mewarisi model pertukaran ekonomi yang memiliki logika dominan yang didasarkan pada pertukaran yang baik seperti dalam manufaktur. Logika dominan itu berfokus pada sumber daya tangibles, nilai-nilai, dan transaksi dan kita kenal sebagai logika dominan-barang. Dalam dekade terakhir, ada perspektif baru yang membuat perbedaan untuk melawan persaingan yang berfokus pada sumber daya tak berwujud, ikut menciptakan nilai, dan hubungan jangka panjang.
Historical Perspectives on S-D Logic
– Fredric Bastiat 1848
The great economic law is this: services are exchanged for services…it is trivial, very commonplace; it is nonetheless, the begining, the middle, and the end of economic science.
– Wroe Alderson 1957
What is needed is not an interpretation of the utility created by marketing, but a marketing interpretation of the whole process of creating utility.
– Philip Kotler 1977The importance of physical products lies not so much in owning them as obtaining the services they render.
– Evert Gummesson 1995
Customers do not buy goods or services. They buy offerings which render services, which create value…activities render services, things render services.
– Christian Gronroos 2000
The focus is not on products, but on the consumers’ value -creating processes, where value emerges for consumers, and is perceived by them…the focus of marketing is value creation rather than value distribution.
– Stephen L. Vargo dan Robert F. Lusch 2004
Service-Dominant (S-D) Logic is a mindset for a unified understanding of the purpose and nature of organizations, markets and society. The foundational proposition of S-D logic is that organizations, markets, and society are fundamentally concerned with exchange of service—the applications of competences (knowledge and skills) for the benefit of a party.
MENGAPA SERVICE-DOMINANT LOGIC?
Dalam berbagai kesempatan seringkali dipertanyakan apakah ‘jasa’ merupakan karakter terbaik dari dominant logic yang baru? Banyak penelitian dimotivasi untuk meyakini bahwa jasa memenangkan perdebatan antara barang dan jasa. Atau dengan kata lain, jasa lebih baik dari pada produk.
Vargo dan Lusch (2004) menyatakan bahwa kekeliruan dalam perdebatan tersebut dikarenakan adanya perlakuan ‘jasa’ yang berbeda yakni sebagai jenis khusus dari produk yang tidak berwujud yang tidak terdapat pada barang. Hal tersebut tidak konsisten dengan service-dominant logic. Penggunaan ‘jasa’ dalam bentuk tunggal dalam service-dominant logic lebih menunjukkan proses pengerjaan sesuatu untuk seseorang dari pada ‘jasa’ yang menyatakan unit dari output sebagaimana dijelaskan dalam goods-dominant logic.
Perdebatan antara barang dan jasa terkait dengan perbedaan antara barang dan jasa, bahwa barang adalah pelengkap yang digunakan dalam penyediaan jasa.
Dalam service-dominant logic, jasa merupakan sebutan umum atas pertukaran dan mengarah pada barang. Beberapa pihak menentang bahwa dasar service-dominant logic pada definisi baru dari jasa adalah tidak konsisten dengan definisi tradisional. Dalam hal ini jasa didefinisikan sebagai aplikasi kompetensi yang meliputi ketrampilan dan pengetahuan melalui tindakan, proses, dan performa yang menguntungkan entitas lain maupun entitas itu sendiri.
Hal tersebut merupakan definisi yang baru dan dianggap salah (Lusch dan Vargo, 2006; Vargo dan Lusch, 2008). Namun definisi tersebut konsisten dengan definisi yang terdapat dalam literatur yang diungkapkan oleh Gronroos (2000) bahwa jasa adalah proses yang terdiri dari serangkaian aktivitas yang menggunakan sejumlah sumber daya yang berbeda dalam interaksi langsungnya dengan konsumen dalam kaitannya untuk menemukan solusi atas masalah konsumen (dalam Lusch dan Vargo, 2006; Vargo dan Lusch, 2008).
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa jasa adalah penggunaan sumber daya seseorang yang menguntungkan bagi entitas lain. Dan tidak ada kata-kata lain yang lebih sesuai untuk menggambarkan hal tersebut dari pada jasa. Vargo dan Lusch (2008) juga meyakini bahwa jasa adalah sesuatu yang sederhana namun merupakan konstruk yang sangat kuat dan memiliki aspek ganda.
Hal tersebut merupakan tujuan yang benar, tidak hanya mengkarakteristikkan timbulnya dan berkumpulnya pemikiran pemasaran, namun juga menginformasikan secara akurat dan memotivasi penelitian, praktek, dan kebijakan publik terkait. Sebagai tambahan, ide bahwa jasa menjadi konsep dasar pertukaran dan pemasaran memiliki implikasi normatif yang kuat dan penting yang mendekatkan berbagai tujuan dan proses yang berbeda atas aktivitas pemasaran dan perusahaan secara keseluruhan untuk menyediakan jasa bagi pihak-pihak yang berkepentingan termasuk konsumen, pemegang saham, dan karyawan. Hal tersebut mengarah secara langsung pada pandangan normatif terhadap investasi pada orang (sumber daya operant), hubungan jangka panjang, aliran jasa yang berkualitas, dan hanya
sedikit yang mengarah langsung pada hubungan yang simetri, transparansi, pendekatan etis terhadap pertukaran, dan keberlanjutan.
Arah tersebut memiliki keunggulan baik bagi perusahaan maupun masyarakat yang tidak ditemukan dalam goods-dominant logic. Hal tersebut itulah yang menjawab pertanyaan “mengapa service-dominant logic?”. Selain itu service-dominant logic juga merupakan hal yang secara tepat dan kuat untuk menginformasikan dan menstimuli evolusi pemikiran dan praktek pemasaran.
TUJUAN SERVICE-DOMINANT LOGIC
Seperti yang dijelaskan dalam Evolving to a New Dominant Logic for Marketing oleh Vargo dan Lusch (2004) berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Fredric Bastiat (1860) terkait dengan tulisan sejarahnya bahwa esensi aktivitas ekonomi adalah pertukaran jasa untuk jasa.
Dan tujuan perusahaan adalah menyediakan mekanisme untuk terjadinya pertukaran jasa tersebut guna memperbaiki standar hidup konsumen atau memberikan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen dengan lebih baik. Atau dengan kata lain tujuan perusahaan tidak untuk membuat dan menjual unit output melainkan untuk menyediakan jasa yang ‘customized’ bagi konsumen dan organisasi lain.
Perusahaan moderen diberi kekuasaan untuk beroperasi dalam masyarakat sepanjang memberikan sesuatu yang fair atas terjadinya pertukaran. Untuk mencapai hal tersebut, pihak-pihak yang terkait harus dipuaskan baik dari apa yang dikerjakan/dihasilkan maupun atas apa yang dikonsumsi. Apabila kesejahteraan perusaan terwujud namun tidak memberikan sesuatu yang fair bagi konsumennya, maka perusahaan tersebut akan kehilangan haknya untuk beroperasi. Sebagai theory of the firm potensial, service-dominant logic merupakan preskriptif terkait dengan masalah-masalah etis yang hanya sedikit menjadi perhatian dalam goods-dominant logic.
Kita meyakini bahwa hal ini merupakan hal yang penting karena pasar beroperasi tanpa panduan etis normatif akan menghasilkan sesuatu yang tidak sempurna dan eksternalitas yang dapat dihindari dengan adanya service-dominant logic.
Menurut Lusch dan Vargo (2006b), terdapat beberapa panduan normatif yang ditawarkan dalam service-dominant logic yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk bertindak, yaitu:
- Perusahaan seharusnya transparan dan membuat semua informasi bersifat simetris. Karena konsumen adalah pihak yang berkolaborasi dengannya, tidak ada hal lain yang dibutuhkan untuk kesuksesan kolaborasi tersebut selain kejujuran.
- Perusahaan seharusnya berusaha untuk membangun hubungan dengan konsumen dan menggunakan perspektif jangka panjang. Dan kemudian perusahaan juga seharusnya selalu berhati-hati terhadap minat konsumen dan melindungi konsumen untuk jangka panjang
- Perusahaan seharusnya melihat barang sebagai tanda dari operant resources yang menjadi produk perantara yang digunakan oleh operant resources lain sebagai pelengkap dalam proses penciptaan nilai. Dalam hal ini perusahaan seharusnya berfokus pada aliran penjualan jasa.
- Perusahaan seharusnya mendukung dan berinvestasi dalam pengembangan keahlian dan pengetahuan khusus yang merupakan sumber dari pertumbuhan ekonomi.
Banyak pemasaran makro yang berfokus pada kebijakan publik dan diarahkan pada pengawasan pemasaran baik terkait pada harga, periklanan, produk (product liability dan safety), taktik promosi, maupun hal-hal lain yang dilakukan oleh perusahaan yang terkait dengan bidang pemasaran. Namun sebagaimana dijelaskan (Vargo dan Lusch, 2004) bahwa meskipun perusahaan berorientasi pada transaksional dan bukan relasional, perusahaan tetap
harus memperhatikan kesejahteraan konsumennya. Pertukaran merupakan bentuk relasional meskipun perusahaan memilih yang bersifat transaksional. Dan kita tidak dapat mengatakan bahwa semua perusahaan mengadopsi Service-Dominant logic. Meskipun mereka tidak mengadopsi service-dominant logic, service-dominant logic memberikan pedoman normatif bagaimana suatu perusahaan harus bertindak (Lusch dan Vargo, 2006b).
SERVICE-DOMINANT LOGIC SEBAGAI DASAR KONSEPTUAL BAGI PENGETAHUAN JASA
Dikatakan oleh Maglio dan Spohrer bahwa sistem jasa adalah konfigurasi value co-creation antara orang, tehnologi, penawaran nilai yang berhubungan dengan sistem jasa internal dan eksternal, dan pembagian informasi yang meliputi bahasa, hukum, ukuran, maupun metode.
Dan ilmu pengetahuan jasa adalah studi tentang sistem jasa yang bertujuan untuk menciptakan dasar bagi inovasi jasa secara sistematik. Ilmu pengetahuan jasa mengkombinasikan pemahaman organisasional dan orang dengan pemahaman akan bisnis dan tehnologi untuk mengkategorikan dan menjelaskan berbagai jenis sistem jasa yang ada dan bagaimana sistem-sistem tersebut berinteraksi dan berkembang untuk menciptakan nilai.
Hal tersebut bertujuan untuk mengapikasikan pemahaman ilmiah untuk mengembangkan kemampuan dalam mendisain, memperbaiki, dan menskala sistem jasa. Dan service-dominant logic memberikan perspektik yang benar dan asumsi untuk mengembangkan teori sistem jasa, konfigurasinya maupun model-model interaksinya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa service-dominant logic menjadi landasan filsafat bagi ilmu pengetahuan jasa dan sistem jasa menjadi dasar konstruk teoritis (Maglio dan Spohrer, 2007).
KEUNGGULAN BERSAING MELALUI SERVICE-DOMINANT LOGIC
Proses dan orientasi sumber daya service-dominant logic menawarkan suatu perspektif bagi dasar konseptual ilmu pemasaran jasa yang dapat menghasilkan kekuatan bersaing bagi perusahaan. Keunggulan bersaing dalam servicedominant logic dapat dipahami melalui elemen-elemen kritis yang membedakan antara service-dominant logic dan goodsdominant logic berikut.
Sumber Daya Perusahaan
Goods-dominant logic berorientasi pada sumber daya operand, yaitu sumber daya yang digunakan yang bersifat statis dan membutuhkan sumber daya yang lain yang lebih dinamis untuk membuatnya menjadi bermanfaat. Sebagaian besar sumber daya alam merupakan sumber daya operand. Perusahaan yang fokus pada sumber daya operand biasanya:
- merupakan manufaktur yang mempertukarkan barang-barang,
- konsumen dilihat sebagai sumber daya operand yang disegmenkan, dipenetrasi, didistribusikan, dan dipromosikan sesuatu,
- aset dikonseptualisasikan dicapai dari sumber daya yang berwujud yang dilakukan penambahan nilai dengan aktivitas tertentu, secara tradisional, pertukaran dilihat sebagai suatu metode untuk memaksimalkan keuntungan dengan menggunakan lebih banyak barang.
Service-dominant logic berfokus pada sumber daya operant, yaitu sumber daya yang mampu untuk bertindak dengan sumber daya operand atau bahkan sumber daya operant lain untuk menciptakan nilai. Dan persaingan adalah bagaimana perusahaan dapat mengaplikasikan sumber daya operant guna memenuhi konsumen lebih dari yang dapat dilakukan oleh perusahaan lain (Lusch et al., 2007). Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa sumber daya operant adalah sumber daya yang mampu bertindak dengan sumber daya operand dan dalam hal ini sangat
terkait dengan sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan. Sumber daya manusia bersifat sangat personal dan unik yang dapat menghasilkan sesuatu yang unik pula.
Hal tersebut itulah yang dapat digunakan oleh perusahaan sebagai suatu kekuatan bersaing. Dan pada servicedominant logic penciptaan keunggulan bersaing terjadi sepanjang penyediaan jasa tersebut. Hal tersebut disebabkan karena sepanjang proses penyediaan jasa, konsumen dapat menilai apakah perusahaan lebih unggul dibandingkan dengan perusahaan yang lain dalam memberikan jasa yang dibutuhkan.
Kompetensi dan Kolaborasi
Dalam goods-dominant logic, penciptaan nilai diasosiasikan dengan adanya akuisisi sumber daya yang mayoritas adalah sumber daya operand. Sedangkan pada service-dominant logic penciptaan nilai terjadi saat sumber daya potensial berubah menjadi manfaat tertentu. Aktivitas ini meliputi aspek penciptaan sumber daya, pengintegrasian sumber daya, dan mempertahankan penghilangan sumber daya.
Keunggulan kompetensi diperoleh dari kompetensi yang berbeda yang tidak dimiliki oleh perusahaan yang lain. Kompetensi menjadi makin terspesialisasi. Penciptaan sumber daya yang berbeda dilakukan dengan menciptakan dan meningkatkan pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki anggota dalam organisasi dengan membagi pengetahuan dan kemampuan tersebut di antara anggota organisasi.
Pengintegrasian sumber daya merupakan fungsi dasar dari seluruh sistem jasa yang bertujuan untuk dapat menciptakan penawaran jasa. Dan pengintegrasian ini tidak hanya terjadi antar anggota organisasi, namun juga pada pihak-pihak di luar organisasi (misalnya antara perusahaan, rumah tangga, dan pemerintah). Dan prinsip umumnya adalah bahwa sumber daya-sumber daya yang ada tidak memiliki nilai intrinsik apabila tidak berintegrasi dengan sumber daya yang lain.
Sedangkan menghilangkan sumber daya terjadi karena adanya hambatan dari sumber daya tertentu terhadap sumber daya yang lain. Oleh karena itu penghilangan sumber daya tertentu tetap dilakukan sebelum sumber daya potensial digunakan.
Hal tersebut tidak hanya terjadi di dalam perusahaan tetapi dapat pula terhadap konsumen atau supplier yang tidak potensial. Kolaborasi yang tepat tidak hanya menghasilkan nilai lebih bagi konsumen tetapi juga dapat menurunkan biaya dengan adanya efisiensi sumber daya.
Proses Penyerahan Jasa dan Pengalaman
Pandangan goods-dominant logic memiliki fokus utama sebagai produksi output untuk dijual kepada konsumen yang secara tradisional output tersebut berupa barang-barang berwujud, tidak berwujud, maupun kombinasi dari keduanya. Dan perusahaan akan berusaha menstandarisasi output tersebut meski untuk jasa (barang tidak berwujud) sekalipun karena sifatnya yang manufaktur.
Efisiensi produksi hanya bisa dicapai dengan adanya spesialisasi. Fokus service-dominant logic pada adanya interaksi antara perusahaan dan konsumen dan proses penciptaan pengalaman merupakan salah satu bentuk transaksi yang memungkinkan penciptaan nilai yang dapat diterapkan pada semua pelaku sosial dan ekonomi.
Dan signifikansi dari interaksi tersebut bukan pada transfer kepemilikan output (seperti pada goods-dominant logic) tetapi pada interaksi itu sendiri. Pengalaman selama berinteraksi akan berpengaruh pada penilaianan konsumen dan merupakan nilai yang diberikan kepada konsumen. Hal tersebut merupakan proses pembelajaran yang mendasar. Dalam proses tersebut dapat dipelajari apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan konsumen dan berusaha memberikan penawaran nilai yang bermanfaat bagi konsumen. Keunggulan bersaing dapat dicapai dengan adanya inovasi.
Dan inovasi dapat dicapai melalui penciptaan pengalaman tersebut. Yang menjadi fokus adalah efektivitas dalam merespon konsumen dan bukannya pada efisiensi dalam menghasilkan jasa.
Penawaran dan Penciptaan Nilai
Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa orientasi pandangan pada goodsdominant logic bertujuan bahwa perusahaan memproduksi dan menjual output. Dalam hal ini nilai diciptakan oleh perusahaan dan diberikan kepada konsumen. Apabila perusahaan ingin meningkatkan keuntungan maka perusahaan perlu memproduksi dan menjual lebih banyak unit output.
Pada pandangan service-dominant logic, konsumen bukan hanya sebagai pembeli output yang diciptakan oleh perusahaan, tetapi sebagai integrator input yang disediakan oleh perusahaan dengan sumber daya yang lain untuk menciptakan nilai. Karena konsumen mengintegrasikan sumber daya-sumber daya yang ada untuk menciptakan nilai, maka pada servicedominant logic dikenali bahwa perusahaan tidak dapat menciptakan nilai melainkan hanya menawarkan nilai saja.
Bagaimana perusahaan dapat mengajak dan mengarahkan konsumen untuk bersamasama menciptakan nilai sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen dapat menjadi suatu bersaing bagi perusahaan. Penciptaan nilai tidak hanya terjadi antara perusahaan dan konsumen namun juga pada anggota-anggota di dalam jaringan sistem jasa. Mencairnya informasi merubah lokasi dan sifat pekerjaan serta keterkaitan dengan sumber daya. Dan dengan meningkatnya kemampuan pencairan informasi meningkat pula kesempatan untuk berkonsentrasi pada kompetensi tertentu dan mengambil dari luar kompetensi pelengkap yang dibutuhkan. Hal tersebut mengakibatkan perlu konseptualisasi ulang rantai penawaran yang ada menjadi jaringan sistem jasa.
Komunikasi
Dalam goods-dominant logic konsumen dianggap sebagai operand resources yang dikenai tindakan tertentu seperti disegmenkan, ditargetkan, dan dipenetrasi melalui promosi. Promosi disini sifatnya hanya satu sisi dan cenderung untuk mempengaruhi konsumen untuk membeli output perusahaan. Pada service-dominant logic, konsumen sebagai operant resources yang dapat menciptakan nilai.
Hal ini menunjukkan adanya dialog dua arah antara konsumen dan perusahaan yang dapat membangun kepercayaan, pembelajaran bersama, dan saling adaptasi. Hal tersebut bertujuan untuk mengembangkan pemahaman masingmasing partisipan, dan interaksi tersebut membangun kondisi yang sesuai untuk saling mendengarkan dan belajar.
Kemampuan berkomunikasi dengan konsumen harus senantiasa dievaluasi dan ditingkatkan agar perusahaan tetap dapat memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.
Pemasaran Kolaborasi
Pada pandangan service-dominant logic yang memandang konsumen sebagai operant resources maka konsumen dianggap sebagai rekan yang dapat diajak berkolaborasi dalam menciptakan nilai atau sebagai endogen yang mempengaruhi nilai yang akan diciptakan. Hal ini menunjukkan pemasaran dengan pendekatan (marketing with approach). Sedangkan pada pandangan goods-dominant logic, pemasaran untuk memperlakukan konsumen sebagai exogen atau yang dipengaruhi. Inti dari filsafat bisnis ini adalah pengadopsian proses kolaborasi dan metode kolaborasi sebagai filsafat umum untuk bisnis.
Beberapa pemikiran ini direfleksikan dalam hubungan kerja yang lebih dekat. Hal ini tidak hanya dihadapi oleh system jasa yang melayani pasar, namun juga sistem jasa pribadi dan publik lain.
Hasil Penelitian Lain
Lamberti dan Paladino (2013) mengemukakan bahwa lima orientasi strategis yang diidentifikasi dan dianalisis (orientasi pasar, orientasi sumber daya, orientasi layanan, dan orientasi pembelajaran), dipilih di antara orientasi yang tak terhitung jumlahnya yang ditawarkan dalam literatur dalam sekilas argumen relevansi dan pengoperasian, memiliki asosiasi konseptual yang kuat dengan Service Dominant Logic.
Williams (2012) mengemukakan bahwa S-D Logic saat ini terdiri dari sepuluh Foundational premises (FPs). Pernyataan asli delapan FP sejak itu telah ditulis ulang dan dua FP tambahan telah ditambahkan. Namun, meskipun banyak artikel yang telah diterbitkan tentang S-D Logic, tampaknya banyak pakar tidak sepenuhnya memahami ide-ide mendasar yang menopang logika. Secara khusus, pembacaan FP membuat banyak sarjana bingung. Ini mungkin karena dua alasan: (1) idenya tidak dikenal; (2) jumlahnya sangat banyak.
Oleh karena untuk menjelaskan secara singkat ide-ide asing, dan, yang lebih penting, untuk mengurangi kompleksitas logika SD dengan secara eksplisit menganalisis konten ontologis dari FP dan struktur logis dari hubungan antara FP, sebagai premis atau aksioma, kesimpulan atau akibat wajar. Hasil analisis ini adalah bahwa inti, esensial, FP diidentifikasi, serta beberapa kesenjangan. Secara khusus tampak jelas bahwa hanya dua FP yang bersifat fundamental, atau aksiomatis: bahwa layanan adalah dasar pertukaran yang mendasar, dan bahwa nilai tersebut diciptakan bersama (oleh penerima manfaat dan penyedia layanan).
REFERENSI:
- Lamberti, L dan A. Paladino, 2013. Moving Forward with Service Dominant Logic: Exploring The Strategic Orientations of a Service-Centred View of the Firm. Int. Journal of Business Science and Applied Management, Volume 8, Issue 1, 2013.
- Lusch, R.F. dan S. Nambisan, 2015. Service Innovation: A Service-Dominant Logic Perspective. MIS Quarterly Vol. 39 No. 1, pp. 155-175/March 2015.
- Vargo, S.L and R.F. Lusch, 2004. Evolving to a New Dominant Logic for Marketing. Journal of Marketing Vol. 68 (January 2004), 1–17.
- Vargo, S.L and R.F. Lusch, 2008. Service-dominant Logic: Continuing The Evolution. Journal of the Academy Marketing Science (2008) 36:1–10.
- Vargo, S.L and R.F. Lusch, 2017. Service-dominant logic 2025. International Journal of Research in Marketing (2017) 46 –67. Williams, J., 2012. The Logical Structure of the Service-Dominant Logic of Marketing. Marketing Theory 12(4) 471–483.
Nice post. I learn something totally new and challenging on websites