Author: Muhammad Ridwan Arif
Revolusi Industri 4.0
Perubahan teknologi dan pandemic covid-19 membawa perubahan besar dalam pranata kehidupan masyarakat dunia sekarang ini. Awalnya kita semua tercengang dengan adanya revolusi industri 4.0, namun yang lebih mencengangkan lagi adalah pandemic yang membawa dampak keparahan yang sangat sistemik, multidimensi dan unpredictable (UNCTAD, 2020). Hingga saat ini, kita semua ini masih dalam situasi waspada dengan masih diterapkannya protokol kesehatan pada aktivitas kita masing-masing
Bahkan para pelaku usaha memandang kondisi sekarang bagaikan tsunami yang menerpa semua sektor usaha. Sama halnya dengan revolusi industri 4.0, tidak satupun industri yang tidak kena dampak dari pandemic ini.
Sekarang ini, dunia diperkirakan sudah menuju ke arah pemulihan. Istilah rebound sudah sering dimunculkan di media. Memang, kita semua harus percaya bahwa Yang Maha Kuasa akan memberikan cobaan kepada kita adalah cobaan yang dapat kita selesaikan.
Alquran menjelaskan “Inna maal usry yusran,” bahkan kalimat itu diulang sebanyak dua kali dalam tautan kalimat yang bersambung. Apa artinya, Manusia diberi akal dan fikiran untuk mampu keluar dari masalah ini. Kita diharapkan mampu memiliki cara pandang yang benar dan tepat atas adanya dua tsunami ini. Jika memposisikan seperti itu, kita justru bisa cepat recover dan bahkan kita bisa mendapatkan manfaat positif setelah berlalunya masalah ini. Karena pengalaman menunjukkan setiap pandemic akan menghasilkan perubahan atau change pada pranata hidup manusia.
Saya ambil contoh, pandemic SARS pada tahun 2002-2004 membuat adanya peluang usaha untuk menawarkan barang dan jasa secara online. Momentum ini yang dimanfaatkan oleh Jack Ma untuk membesarkan Alibaba.com.
Semua pihak, baik pemerintah dan masyarakat mencurahkan perhatian untuk penyelesaian pandemic ini. Pemerintah mengalokasikan, bahkan menfokuskan ulang anggarannya ke kegiatan penyelesaian covid-19.
Ada juga yang memanfaatkan peluang pandemic ini dengan mengambil keuntungan tidak normal (abnormal return) diatas penderitaan banyak orang. Sikap dan cara pandang kita sebagai orang yang berkecimpung dalam pendidikan, baik itu perguruan tinggi, dosen, mahasiswa, dan bahkan alumni, seharusnya mempunyai sikap dan cara pandang yang lebih bersifat emphaty, innovative, serta look forward.
Namun pada kesempatan kali ini saya akan mengajukan satu pertanyaan terkait dengan perubahan. Pertanyaan yang muncul adalah “bagaimana cara pandang yang benar dan tepat?. Untuk menjawab pertanyaan ini saya mengulas sebuah tulisan di majalah Harvard Business Review, yang ditulis oleh Kathryn Clubb and Jeni Fan (2021). Dalam tulisan mereka yang berjudul How to Become More Comfortable with Change, bahwa terdapat tiga pola pikir yang umum dimiliki oleh banyak orang sekarang ini ketika menghadapi perubahan lingkungan, baik perubahan pada lingkungan yang kecil, maupun pada lingkungan yang lebih besar.
Ketiga pola pikir tersebut adalah (1) Receiver – Menerima perubahan ; (2) Resistor – Menolak perubahan; (3) Controller – Mengontrol perubahan. Saya yakin bahwa semua kita yang ada diruangan ini pasti mempunyai pola pikir salah satu diantara ketiganya dalam menghadapi perubahan. Pertanyaannya apakah ketiga mindset tersebut tepat ? Menurut tulisan ini, ketiga pola pikir ini belum dianggap tepat. Coba kita analisis satu persatu .
Receiver – Menerima perubahan
Ciri ciri psikologis mindset ini adalah orang ini cenderung menerima perintah atasan, pasrah dengan kondisi perubahan, dan tidak ada komplain sedikitpun terhadap perubahan yang terjadi, bahkan bisa dikatakan easy going. Kelemahan cara pandang ini adalah, belum tentu perubahan akan membawa manfaat bagi semua orang. Hal yang penting dilakukan adalah perlunya tindakan reaktif terhadap perubahan tersebut, agar bisa memperoleh manfaat. Olehnya itu, cara merubah pola pikir ini menjadi pola pikir siap untuk berubah adalah antara lain sebagai berikut : (a) Identifikasi kemungkinan munculnya dampak negatif atas perubahan itu bagi diri anda. Kemudian mencari solusi alternatif yang anda mampu ambil untuk menghindari dampak negatif atas perubahan tersebut; (b) Sesuaikan atau upgrade kemampuan anda untuk menghadapi perubahan tersebut.
Resistor – Menolak perubahan
Ciri ciri psikologis orang yang memiliki pola pikir menolak perubahan adalah gerah dengan rencana perubahan, kaku dan kekeh untuk berubah, memilih untuk tidak beraktifitas kearah perubahan. Resistensi terhadap perubahan ini bisa terlihat pada reaksi yang ditunjukkan kepada lingkungan sekitarnya, termasuk kepada leader, terkadang mengatakan setuju atas perubahan namun tidak melakukan apa-apa ke arah perubahan, menghalangi usaha untuk berubah, atau mencari titik lemah rencana perubahan tersebut. Hal ini terjadi karena ada pengalaman yang melekat di kepala orang tersebut dan sudah dirasakan nyaman untuk dijalani selama ini, kemudian akan hilang kenyamanan tersebut ketika sebuah lingkungan berubah.
Cara untuk merubah cara pandang resistant menjadi mindset siap untuk berubah adalah antara lain : (a) Pelajari bagaimana rencana perubahan tersebut berbeda dengan apa yang dialami selama ini. (b) Perbanyak diskusi dengan orang yang memahami arah perubahan tersebut. Kalau perlu adu argumen sedetail mungkin untuk menemukan efek positif terhadap perubahan tersebut.
Controller – Mengontrol perubahan
Jika anda bemindset seperti ini, anda akan cenderung mengontrol dan mengelola efek perubahan tersebut terhadap diri anda atau kepada kelompok anda. Anda akan berusaha mengontrol semua efek dari perubahan, mencoba menidentifikasi semua resiko yang mungkin terjadi, bahkan sangat menganalisa dengan sangat detail sehingga membuat daya dorong buat anda untuk mengendalikan perubahan tersebut.
Pada dasarnya ini baik, namun anda mengambil posisi fight (berjuang), bahkan mungkin cenderung anda melaukukan micromanaging, atau menyalahkan orang lain jika hal ini terjadi kesalahan atau keterlambatan. Penelitian mengungkapkan bahwa kondisi over control terhadap perubahan justru bisa menyebabkan anggota team akan mengalami stress, kelelahan dan bahkan mungkin menjauhkan dirinya dari usaha perubahan tersebut. Posisi mindset controller banyak berada pada posisi leader.
Cara untuk memposisikan mindset controller menjadi lebih tepat adalah sebagai berikut : (a) Anda bisa memperkuat pemahaman dan solusi yang anda kemukakan dengan melibatkan orang yang tidak seperti diri anda, sehingga bisa memberikan ide dengan perspektif lain dengan diri anda.(b) Ketika team mengadu ke anda untuk meminta bantuan, tanyakan ke mereka apa yang sudah mereka lakukan.
Dan arahkan mereka untuk menghasilkan solusi atas masalah yang dihadapinya. Cara ini jauh lebih baik dibanding anda hanya membagi pengalaman anda ketika menghadapi masalah yang sama. (c) Pertanyaan yang muncul harusnya adalah bagaimana anda menghandle masalah ketika anda dihadapkan dengan masalah perubahan? Bukan hanya bertanya kendala apa yang anda hadapi ?.
Penjelasan ketiga posisi mindset diatas memberikan pemahaman kepada kita bahwa masing-maisng mindset tersebut memiliki kekurangan. Kita masih perlu melakukan penyesuaian terhadap mindset tersebut untuk memandang perubahan itu dengan benar.
Tulisan ini mengusulkan posisi mindset yang tepat terhadap perubahan adalah yang disebut a change-ready mindset atau pola pikir siap untuk berubah. Orang yang memiliki cara pandang seperti ini adalah percaya bahwa perubahan itu akan terus terjadi (continuous) dan memandang hal itu sebagai salah satu sumber kesempatan (a source of opportunity).
Carol Dweck mengatakan perubahan itu adalah cara untuk mengupgrade kemampuan diri, dan suatu percobaan yang gagal adalah sumber pembelajaran dan pertumbuhan. Orang seperti ini berusaha untuk merubah cara berfikir yang usang, senantiasa ingin tahu, dan menantang kondisi status quo. Intinya orang yang bermindset change ready adalah orang yang senantiasa mampu mempelajari dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Perubahan Besar
Setidaknya terdapat dua perubahan besar yang ada disekitar lingkungan kehidupan kita, yaitu perubahan pola hidup akibat tarnsformasi digital dan perubahan pla hidup akibat pandemic covid-19. Contoh misalnya media komunikasi kita sekarang ini lebih massive dengan media sosial. Media sosial saat ini terhadap perubahan sosial memiliki dampak yang positif maupun negatif.
Dampak Positif dan Negatif
Dampak positif pengguna media sosial secara nyata telah membawa pengaruh terhadap perubahan-perubahan sosial masyarakat kearah yang lebih baik. Misalnya mudah dan efektifnya komunikasi antar kelompok di masyarakat. Penyebaran informasi kegiatan sosial kemasyarakatan sangat mudah disebarluaskan melalui media sosial. Selain efisien dari sisi waktu, juga hemat dari biaya penyebaran. Tetapi, dampak negatif cenderung membawa perubahan sosial pada masyarakat yang menghilangkan nilai-nilai atau norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Misalnya mudahnya muncul hoaks atau berita bohong dikalangan masyarakat kita.
Menyikapi kondisi perubahan ini, pola pikir mana yang akan kita gunakan. Ada kalangan justru menerima mentah-mentah pola komunikasi via media sosial ini, sehingga terkadang kebablasan dalam penggunaannya. Ada juga yang mungkin justru menolak menggunakannya. Kalau ini kita identifikasi, akan muncul banyak dampak dari perubahan komunikasi ini. Tergantung pada individu kita masing-masing, bagaimana berpola fikir yang benar dan tepat terhadap perubahan ini.
Akhirnya saya akan menyimpulkan paparan saya ini dengan kalimat “kedewasaan seseorang menghadapi perubahan wujud dari tepatnya menggunakan pola fikir atas perubahan tersebut”.