Author: Halida Bagraff, SE, MSA, Ak, CA.
Hakikat Pelarangan Riba
Hakikat pelarangan ialah dasar suatu proses atau perbuatan yang dilarang (tidak diperbolehkan). Dalam hal ini ialah riba. Karena riba sangat bertentangan dengan al-Qur‟an dan al-Hadist, seperti yang tertuang di Al Quran di surat Al Baqarah (275): “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebab kan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah di-ambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Secara teknikal, riba berarti pengambilan harta tambahan dari seseorang yang meminjam sejumlah uang kepada salah satu pihak dikarenakan seseorang itu tidak dapat membayar hutangnya dalam waktu yang telah ditentukan atau karena adanya penambahan masa pembayaran hutang.
Pengertian Riba
Pengertian riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok baik itu dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam atau transaksi bisnis lainnya dengan cara yang tidak sesuai dengan ajaran syariah (batil).
Larangan Riba dalam Al Quran
Larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur‟an tidak diturunkan oleh Allah SWT. sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap:
- Tahap Pertama
Peringatan Allah SWT. dalam Al-Qur‟an mengenai riba adalah menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT. dalam Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 39: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
2. Tahap Kedua
Peringatan Allah SWT. dalam Al-Qur’an mengenai riba digambarkan sebagai suatu yang buruk, seperti yang tertuang di surat An-Nissa’ ayat 160-161: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulu-nya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak meng-halangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
3. Tahap ketiga
Peringatan Allah SWT dalam Al-Qur’an mengenai riba yang berlipat ganda, seperti pada surat Ali Imrah ayat 130-132: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. Dan ta’atilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.”
4. Tahap keempat
Peringatan Allah SWT. dalam Al-Qur‟an sebagai peringatan terakhir mengenai riba secara jelas dan tegas mengharamkan riba dalam berbagai jenis tambahan yang diambil dari pinjaman, seperti di Surat Al Baqarah ayat 278-279: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi-mu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
Jenis-jenis Riba
Riba dibagi dalam 2 kelompok:
- Pinjam-meminjam
Dikelompok pinjam-meminjam, riba terbagi menjadi 2 jenis:
a. Riba Qardh
Penambahan suatu manfaat dengan jumlah tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).
b. Riba Jahiliyyah
Penambahan jumlah hutang dari jumlah pokok yang dipinjam dikarenakan si peminjam tidak mampu membayar utang tepat pada waktunya.
2. Jual beli
Dikelompok jual-beli, riba terbagi menjadi 2 jenis:
a. Riba Fadhl
Penambahan manfaat dari pertukaran antarbarang yang sejenis karena kadar atau takaran yang berbeda (baik kualitas, jumlah maupun berat dan ukuran) dari kedua barang yang dipertukarkan tersebut.
b. Riba Nasi’ah
Penambahan manfaat karena penangguhan penyerahan atau penerimaan suatu barang yang dipertukarkan. Barang yang diserahkan saat ini mengalami perbedaan, perubahaan atau penambahan dengan barang yang diserahkan kemudian.
Riba dan Pertumbuhan Ekonomi
Praktek Riba Dalam Perekonomian
Hampir seluruh masyarakat telah mengenal adanya praktik perbankan baik itu perbankan konvensional maupun syariah yang mewarnai kehidupan mereka, karena memang segala hal yang berkaitan dengan keuangan menjadi hal yang tidak aneh lagi jika orang-orang melibatkan kegiatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka guna memenuhi kebutuhannya. Namun tak banyak dari mereka yang memahami bahkan menyadari bahwa praktik perbankan tersebut (konvensional) mengandung unsur riba, padahal praktik riba sangat tidak diridhoi dan dilarang oleh Allah SWT.
Dimana salah satu transaksi yang umum dilakukan ialah transaksi pinjam-meminjam. Dalam bank konvensional, kesepakatan mengenai adanya penambahan pembayaran dilakukan sebelum serah terima uang, dimana seorang nasabah harus bersedia menyetujui terlebih dahulu mengenai penawaran sejumlah bunga yang harus dibayarkan di luar uang pokok pinjamannya sebagai kompensasi terhadap bank, apabila nasabah tersebut menyetujui maka sah-lah transaksi pinjam meminjam tersebut. Hal tersebut tidak diperbolehkan karena dapat memberatkan dan membebani salah satu pihak, sementara dalam islam tidak mengajarkan untuk menyulitkan orang lain. Kegiatan tersebut dikenal dengan istilah “riba” perspektif agama islam.
Islam mengenal prinsip tolong-menolong dalam kebaikan, prinsip inilah yang diterapkan dalam perbankan syariah. Apabila ternyata ketika perputaran uang itu berlangsung dan mengalami hambatan, misalnya uang tersebut digunakan untuk berwirausaha dan ternyata mengalami kebangkrutan maka pihak bank syariah akan menghitung prosentasi bagi-hasil tersebut dengan memperhatikan kondisi keuangan nasabah, bagi-hasil dilakukan sesuai dengan jumlah nominal uang yang ada bukan berdasarkan ketentuan dari awal yang sudah ditentukan besarnya tidak peduli mengalami keuntungan atau kerugian.
Dampak Riba Dalam Perekonomian
- Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1930 sampai saat ini. Sistem ekonomi ribawi telah membuka peluang para spekulan untuk melakukan spekulasi yang dapat mengakibatkan volatilitas ekonomi banyak negara. Sistem ekonomi ribawi menjadi punca utama penyebab tidak stabilnya nilai uang (currency) sebuah negara. Karena uang senantiasa akan berpindah dari negara yang tingkat bunga riel yang rendah ke negara yang tingkat bunga riel yang lebih tinggi akibat para spekulator ingin memperoleh keuntungan besar dengan menyimpan uangnya dimana tingkat bunga riel relatif tinggi. Usaha memperoleh keuntungan dengan cara ini, dalam istilah ekonomi disebut dengan arbitraging. Tingkat bunga riel disini dimaksudkan adalah tingkat bunga minus tingkat inflasi.
- Di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Data IMF menunjukkan bagaimana kesenjangan tersebut terjadi sejak tahun 1965 sampai hari ini.
- Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan tercipta-nya pengangguran. Semakin tinggi suku bunga, maka investasi semakin menurun. Jika investasi menurun, produksi juga menurun. Jika produksi menurun, maka akan meningkatkan angka pengangguran
- Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh bunga adalah inflasi yang terjadi akibat ulah tangan manusia. Inflasi seperti ini sangat dibenci Islam. Inflasi akan menurunkan daya beli atau memiskinkan rakyat dengan asumsi cateris paribus.
- Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang kepada jebakan hutang (debt trap) yang dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokok-nya.
- Dalam konteks Indonesia, berdampak terhadap pengurasan dana APBN. Bunga telah membebani APBN untuk membayar bunga obligasi kepada perbakan konvensional yang telah dibantu dengan BLBI. Selain bunga obligasi juga membayar bunga SBI. Pembayaran bunga yang besar inilah yang membuat APBN kita defisit setiap tahun. Seharusnya APBN kita surplus setiap tahun dalam mumlah yang besar, tetapi karena sistem moneter Indonesia menggunakan sistem riba, maka tak ayal lagi, dampaknya bagi seluruh rakyat Indonesia sangat mengerikan
Riba memiliki efek jangka panjang yang tidak bisa langsung dirasakan pada saat itu juga, namun dampaknya akan terasa setelah melewati beberapa fase waktu. Efek jangka panjang tersebut ialah sebagai berikut:
- Riba dapat menimbulkan rasa permusuhan dan mengurangi rasa kekeluargaan antar individu karena melemahnya nilai sosial,
- Mnimbulkan tindak kedzoliman dan eksploitasi terhadap pihak yang lemah (perekonomiannya).
- Menumbuhkan rasa malas bagi seorang yang telah memiliki dana modal, karena dapat memutarkan uang miliknya tanpa harus melakukan suatu usaha.
- Bertambahnya orang-orang yang menyimpan atau menimbun hartanya hanya karena menunggu bertambahnya interest rate atau kenaikan suku bunga
- Menimbulkan sifat elitim dan jauh dari kehidupan bermasyarakat padahal manusia merupakan makhluk social.
- Membuat manusia lupa akan kewajiban hartanya seperti infak, sedekah dan zakat.