Oleh: Gunaningtyas Ayu Lestari P., S.Pd., M.Par

Situasi politik Indonesia pada pertengahan tahun 2025 mengalami gejolak besar dengan adanya unjuk rasa nasional yang dipicu oleh kontroversi tunjangan anggota DPR. Demonstrasi yang bermula di Jakarta kemudian merembet ke berbagai kota besar termasuk Bali dan Yogyakarta. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bagi para wisatawan asing yang tengah berkunjung maupun yang merencanakan perjalanan ke Indonesia.
Tidak hanya itu, beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Jepang, dan Australia juga telah mengeluarkan travel advisory untuk warganya. Peringatan perjalanan tersebut membuat calon wisatawan ragu untuk datang, sehingga menekan angka kunjungan wisatawan mancanegara. Hal ini secara langsung menurunkan potensi devisa negara dari sektor pariwisata.
Ketegangan politik yang terjadi tidak hanya berdampak pada citra keamanan nasional, tetapi juga secara signifikan mengguncang sektor pariwisata yang menjadi salah satu sumber devisa utama Indonesia. Pariwisata Indonesia sangat bergantung pada stabilitas politik dan sosial, terutama karena citra destinasi yang aman dan nyaman adalah faktor utama yang dipertimbangkan wisatawan.
Hotel, restoran, hingga penyelenggara event MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition) mengalami penurunan pemesanan akibat ketidakpastian politik yang berkepanjangan. Banyak pelaku industri mengeluhkan pembatalan acara besar yang seharusnya menjadi penggerak ekonomi lokal.
Beberapa investor asing juga menunda rencana ekspansi di sektor pariwisata karena menunggu kepastian politik. Kondisi ini menunjukkan betapa erat kaitan antara stabilitas politik dengan kesinambungan investasi pariwisata di Indonesia.
Selain itu, pemangkasan anggaran promosi pariwisata oleh pemerintah semakin memperburuk keadaan. Program pemasaran yang seharusnya dapat meyakinkan wisatawan asing untuk tetap berkunjung tidak dapat dijalankan secara maksimal.
Pemerintah Indonesia menghadapi dilema besar. Di satu sisi, tuntutan rakyat akan transparansi, keadilan, dan pengelolaan anggaran yang tepat harus dijawab dengan reformasi kebijakan. Di sisi lain, pemerintah juga harus menjaga citra Indonesia di mata internasional agar tetap menjadi tujuan wisata yang menarik dan aman.
Jika tidak ditangani dengan baik, protes nasional berisiko menurunkan target 16 juta kunjungan wisatawan asing pada tahun 2025 yang sebelumnya telah dicanangkan. Target tersebut kini terasa semakin sulit dicapai.
Dalam kondisi ini, koordinasi lintas kementerian menjadi sangat penting. Kementerian Pariwisata tidak dapat bekerja sendiri tanpa dukungan dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, maupun aparat keamanan.
Peningkatan jaminan keamanan di lokasi wisata, transportasi publik, dan hotel-hotel utama harus dilakukan untuk meyakinkan wisatawan bahwa Indonesia tetap aman dikunjungi meskipun tengah menghadapi gejolak politik.
Selain itu, strategi komunikasi yang transparan dan menenangkan juga sangat dibutuhkan. Pemerintah perlu menggunakan media internasional untuk menjelaskan langkah-langkah konkret dalam menjaga stabilitas nasional.
Dengan manajemen krisis yang tepat, Indonesia masih memiliki peluang untuk mengembalikan kepercayaan dunia internasional. Pariwisata dapat tetap tumbuh jika pemerintah responsif, industri pariwisata adaptif, dan masyarakat bersatu menjaga citra bangsa.
Sumber Referensi:
- AP News. (2025). What to know about Indonesia’s nationwide unrest over lawmakers’ perks. Diakses dari https://apnews.com/article/16cc8b10279d22efc9112d64d86929df
- Politico. (2025). Indonesian leader pledges to revoke lawmakers’ perks after protests leave 6 dead. Diakses dari https://www.politico.com/news/2025/08/31/indonesia-protests-violence-lawmakers-perks-00539006
- Kompas.id. (2025). Ubah Pangsa Pasar hingga Turunkan Target Kinerja Sikapi Pemangkasan Anggaran.
- Travel and Tour World. (2025). Travel advisories in response to protests in Indonesia impact on tourism and safety concerns.
- Horwath HTL. (2025). Indonesia: The Impact of Government Austerity Measures.
- Jakarta Globe. (2025). Government’s Efficiency Measures Could Hurt Tourism Industry Association.