Oleh: Hardhita Kusdharyanto, S.St.Par., M.Par

Gastronomi dan wisata kuliner telah berkembang menjadi salah satu pendorong utama pariwisata global. Makanan dan minuman bukan hanya aspek fungsional dalam perjalanan, tetapi menjadi alasan utama wisatawan datang ke suatu tempat. Indonesia dengan kekayaan rempah-rempah, ragam etnis, dan tradisi kuliner yang kuat memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi gastronomi dunia. Tulisan ini membahas konsep, tren, tantangan, dan masa depan gastronomi serta pariwisata kuliner Indonesia dengan pendekatan strategis menuju 2025–2026.
1. Pendahuluan
Gastronomi bukan hanya soal makanan enak, melainkan cerita, budaya, dan identitas. Ketika wisatawan mencicipi rendang di Sumatera Barat atau papeda di Papua, mereka sejatinya sedang berinteraksi dengan sejarah, nilai, dan kearifan lokal. Oleh karena itu, pariwisata kuliner saat ini berkembang menjadi bentuk experiential tourism yang sangat kuat. Di era digital dan pascapandemi, makanan menjadi media utama yang menjembatani promosi destinasi.
2. Konsep Gastronomy dan Culinary Tourism
Gastronomy
Mengacu pada studi dan praktik makanan sebagai bagian dari budaya:
- Proses memasak
- Teknik dan bahan lokal
- Nilai filosofis dalam penyajian
- Cerita di balik makanan (heritage)
Culinary Tourism
Aktivitas bepergian yang dimotivasi oleh keinginan untuk mengeksplorasi makanan, baik melalui:
- Wisata kuliner jalanan
- Tur pasar tradisional
- Workshop memasak
- Festival makanan
- Pengalaman farm-to-table
Gastronomi dan kuliner kini menjadi produk wisata tersendiri, bukan hanya pelengkap.
3. Peran Gastronomi dalam Citra Pariwisata
Gastronomi berkontribusi pada:
- Citra destinasi (makanan menjadi ikon: Pizza Italia, Sushi Jepang, Rendang Indonesia)
- Diferensiasi (tiap daerah punya ciri khas: Pempek Palembang, Ayam Betutu Bali)
- Retensi wisatawan (pengalaman kuliner menciptakan kenangan yang membekas)
- Peningkatan lama tinggal dan pengeluaran wisatawan (wisatawan cenderung menghabiskan lebih banyak di restoran lokal dan street food)
4. Tren Global Gastronomi 2025–2026
a. Hyper-Local Culinary
Wisatawan ingin mencicipi makanan dari bahan lokal, dimasak secara tradisional, di tempat asalnya.
b. Culinary Storytelling
Restoran dan desa wisata mulai menyajikan makanan dengan narasi: sejarah, legenda, nilai-nilai lokal.
c. Teknologi dalam Kuliner
- Menu digital berbasis AI
- Virtual reality food tour
- Live cooking dengan augmented reality
- Smart kitchen di desa wisata
d. Eco-Gastronomy
Kecenderungan ke arah:
- Konsumsi lokal
- Bahan organik
- Pengelolaan limbah makanan (zero waste)
5. Peluang Gastronomi Indonesia
Indonesia adalah surga kuliner. Menurut UNESCO dan berbagai badan dunia, potensi gastronomi Indonesia belum tergarap maksimal, padahal memiliki:
- 5000 varian masakan tradisional
- 17.000 pulau dengan kekhasan pangan lokal
- Keragaman rempah, teknik memasak, dan bahan dasar unik (tempe, kelapa, sagu, dll)
Pemerintah melalui program “Indonesia Spice Up the World” menargetkan:
- 4.000 restoran Indonesia di luar negeri pada 2025
- Promosi bumbu dan bahan makanan Indonesia secara global
- Festival kuliner nusantara tahunan
6. Tantangan Gastronomi Indonesia
- Belum adanya katalog gastronomi nasional
- Kurangnya sertifikasi UMKM kuliner dalam hal keamanan pangan dan hygiene
- Masih terbatasnya desa wisata kuliner yang terstandarisasi
- Konsistensi rasa dan kualitas makanan tradisional saat disajikan ke wisatawan asing
- Dominasi makanan asing di kota besar menggeser makanan lokal
7. Strategi Implementatif Menuju 2025–2026
a. Digitalisasi Kuliner Lokal
Pembuatan direktori digital makanan khas daerah, integrasi QRIS di warung tradisional, pelatihan media sosial untuk UMKM kuliner.
b. Edukasi Gastronomi Berbasis Kampus
Kolaborasi antara kampus pariwisata, politeknik perhotelan, dan komunitas chef lokal untuk dokumentasi, penelitian, dan promosi makanan daerah.
c. Inovasi Produk Kuliner Wisata
Mendorong packaging makanan khas yang aman untuk dibawa sebagai oleh-oleh (kuliner sebagai suvenir).
d. Sertifikasi dan Standardisasi
Sertifikasi “Warung Wisata Bersih” untuk warung/kaki lima yang memenuhi hygiene & hospitality standard.
e. Culinary Destination Branding
Membangun citra kuliner spesifik pada tiap daerah, contoh:
- Jogja: “Kota Gudeg dan Jajanan Tradisional”
- Makassar: “Surga Seafood Timur Indonesia”
- Padang: “Ibukota Rendang Dunia”
8. Prediksi dan Arah Kebijakan Gastronomi 2025–2026
- 50+ desa wisata kuliner baru di bawah binaan Kemenparekraf
- 1000+ pelaku kuliner tersertifikasi CHSE (Clean, Health, Safety, Environment)
- Gastronomi Nusantara sebagai bagian dari kurikulum wajib di sekolah vokasi pariwisata
- Lebih dari 25 festival makanan lokal tahunan sebagai agenda nasional dan internasional
- Peta gastronomi Indonesia berbasis wilayah & kategori (main course, snack, fermented food, drinks)
Kesimpulan
Gastronomi adalah salah satu kunci daya saing Indonesia di bidang pariwisata. Melalui pendekatan budaya, teknologi, dan keberlanjutan, Indonesia dapat menempatkan diri sebagai “destinasi gastronomi dunia.” Upaya kolaboratif dari pemerintah, akademisi, pelaku industri, dan masyarakat menjadi prasyarat penting untuk mengoptimalkan potensi besar ini menuju 2025–2026 dan seterusnya.
Sumber Referensi:
- Hall, C.M., & Sharples, L. (2003). Food Tourism Around the World.
- Long, L.M. (2004). Culinary Tourism.
- Richards, G. (2002). Gastronomy and tourism production.
- Scarpato, R. (2002). Sustainable gastronomy.
- Ellis, A. et al. (2018). What is food tourism?
- Okumus, B. et al. (2007). Local cuisine and destination marketing.
- Kivela, J. & Crotts, J.C. (2006). Gastronomy’s influence on tourism.
- Everett, S., & Aitchison, C. (2008). Regional identity through food.
- Sims, R. (2009). Local food and sustainable tourism.
- Kemenparekraf RI. (2022). Indonesia Spice Up the World Initiative. www.kemenparekraf.go.id