Akuntansi

Kontroversi Ditengah Rencana Pemerintah Atas Kenaikan Tarif PPN dan Pengenaan PPN Atas Sembako, Jasa Medis, dan Biaya Sekolah

Author: Halida Achmad Bagraff

Program Studi Akuntansi Politeknik NSC

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang mendapat status Pengusaha Kena Pajak (PKP). Syarat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP adalah suatu perusahaan atau seorang pengusaha yang jika transaksi penjualannya melebihi Rp. 4,8 miliar dalam setahun, sesuai dengan ketentuan PMK No 197/PMK.03/2012. PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Tarif pajak PPN paling rendah adalah 0% dan paling tinggi sebesar 20%. Saat ini Indonesia menggunakan tarif PPN sebesar 10%.

Pada awal  Juni 2021, Direktorat Jendral Pajak memberitahukan rencana kenaikan tarif pajak yang semula 10% berubah menjadi 12% yang tertuang di draf dokumen revisi Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sebagaimana yang disebutkan pada ayat 1 tersebut, dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%. Tetapi, pemerintah juga bisa mengenakan tarif berbeda dari tarif yang dimaksud atas penyerahan barang kena pajak tertentu atau jasa kena pajak tertentu, impor barang kena pajak tertentu, serta pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud tertentu dan atau jasa kena pajak tertentu dari luar daerah pabean dan di dalam daerah pabean. Tarif berbeda sebagaimana yang dimaksud dikenakan paling rendah 5% dan paling tinggi 25%. Nanti, ketentuan mengenai jenis barang kena pajak tertentu, jasa kena pajak tertentu, dan barang kena pajak tidak berwujud yang dimaksud akan diatur dengan peraturan pemerintah.

Pemerintah juga akan menerapkan PPN sebesar 0% kepada ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak. Seiring dengan hal itu, PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif yang akhirnya nanti disepakati dengan dasar pengenaan pajak yang meliputi harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain.

PPN dengan tarif 10% dinilai oleh Pemerintah sudah tidak relevan dengan keadaan saat ini. Pandemi Covid-19 menghantam ekonomi hampir diseluruh dunia. Kenaikan tarif PPN yang diambil oleh pemerintah sebagai bentuk salah satu pertahanan agar ekonomi tetap berjalan sebagaimana mestinya ini tidak hanya dilakukan di Indonesia namun hampir diseluruh dunia, seperti Prancis, Spanyol, Saudi Arabia, Singapore, Qatar dan lain-lain. Rata-rata minimum tarif PPN diseluruh dunia adalah 12%. Kenaikan tarif PPN menjadi 12% di Indonesia sejatinya cukup masuk akal dan kenaikannya juga tidak terlalu besar dibanding dengan negara-negara lain.

Didalam UU PPN No 8 Tahun 1983, dijelaskan objek pajak yang dikenakan dan tidak dikenakan PPN. Objek pajak yang tidak dikenakan PPN antara lain:

  1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
  2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
  3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering;
  4. Uang, emas batangan, dan surat berharga.

Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:

  1. beras;
  2. gabah;
  3. jagung;
  4. sagu;
  5. kedelai;
  6. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
  7. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
  8. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
  9. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
  10. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
  11. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

  1. jasa pelayanan kesehatan medik;
  2. jasa pelayanan sosial;
  3. jasa pengiriman surat dengan perangko;
  4. jasa keuangan;
  5. jasa asuransi;
  6. jasa keagamaan;
  7. jasa pendidikan;
  8. jasa kesenian dan hiburan;
  9. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
  10. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
  11. jasa tenaga kerja;
  12. jasa perhotelan;
  13. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
  14. Jasa penyediaan tempat parkir;
  15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
  16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
  17. Jasa boga atau catering

Jasa pelayanan kesehatan medis meliputi:

  1. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
  2. jasa dokter hewan;
  3. jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
  4. jasa kebidanan dan dukun bayi;
  5. jasa paramedis dan perawat;
  6. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium;
  7. jasa psikologi dan psikiater; dan
  8. jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.

Jasa pendidikan meliputi:

  1. jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional; dan
  2. jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.

Dari objek pajak yang tidak dikenakan PPN, pemerintah berencana akan mengenakan PPN 12% atas objek pajak yang sebelumnya tidak dikenakan PPN, yaitu: barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, jasa pelayanan kesehatan medis, dan jasa pendidikan. Rencana pengenaan PPN 12% terhadap objek pajak tersebut menimbulkan polemik dihampir lini masyarakat Indonesia. Jika pengenaan pajak tersebut disahkan, maka harga sembako, jasa dokter, dan biaya sekolah akan ikutan naik. Fungsi adanya pemungutan pajak adalah sebagai sumber pendapatan bagi negara untuk membiayai semua pengeluaran. Beberapa fungsi pajak adalah untuk penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur ekonomi, pekerjaan publik, subsidi, membiayai jaminan kesejahteraan, pelayanan publik. Pelayanan ini termasuk pendidikan, kesehatan, pensiun, bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan transportasi umum. Penyediaan listrik, air, dan penanganan sampah juga menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu. Dari fungsi itu, pengenaan pajak untuk sembako, jasa pelayanan kesehatan medis, dan jasa pendidikan tidak sesuai dengan fungsi pajak tersebut.

Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyakarat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan salah satunya yaitu pemungutan pajak harus adil dan berdasarkan UU. Pengenaan pajak atas sembako, jasa dokter dan biaya sekolah tidak adil dan tidak berdasarkan UU. Bisa dikatakan adil jika pengenaan pajak atas sembako dibeli di supermarket yang ada dikota-kota besar. Tapi tetap tidak berdasarkan UU. Jasa dokter bisa dikatakan adil jika pengenaan pajak atas jasa tersebut dilakukan di rumah sakit swasta yang besar bukan di IGD-nya. Tapi tetap tidak berdasarkan UU. Biaya sekolah rencana dikenakan pada sekolah-sekolah elit oleh pemerintah, bisa dikatakan adil jika zonasi masuk sekolah dihapuskan agar masyarakat bisa leluasa memasukan anak-anaknya disekolah negeri. Tapi tetap tidak berdasarkan UU.

Di negara-negara Eropa, mereka membebaskan biaya sekolah, rumah sakit, dan beberapa kebutuhan pokok. Darimana sumber pendapatan yang diterima oleh negara-negara Eropa tersebut? Dari besarnya tarif pajak penghasilan orang pribadi dan badan yang dipungut. Mungkin sistem ini lebih baik diterapkan di Indonesia pada saat ini. Lapisan tarif pajak penghasilan orang pribadi di Indonesia ada 5 saat ini: 5% untuk penghasilan dari 0-50 juta rupiah, 15% dari 50 juta hingga 250 juta, 25% dari 250 juta hingga 500 juta, 30% dari 500 juta hingga 5 milliar, dan yang terbaru 35% diatas 5 miliar. Rata-rata tarif pajak penghasilan orang pribadi di luar negeri sebesar 40%. Tarif pajak penghasilan orang pribadi sebaiknya dikaji ulang. Sasaran pajak penghasilan orang pribadi adalah orang yang memiliki penghasilan minimum sebesar uang minimum kota (UMK) yang telah disepakati oleh pemerintah. Jika tarif pajak penghasilan orang pribadi dikaji ulang, hal ini sudah memenuhi beberapa persyaratan yaitu harus adil dan berdasarkan UU. Adil karena dikenakan bagi mereka yang memiliki penghasilan minimum sebesar UMK dan sudah berdasarkan UU yaitu UU pajak penghasilan.

Pada kondisi pandemi saat ini, sepatutnya membantu masyarakat secara umum agar tidak ditekan dengan adanya upaya kenaikan. Kondisi saat ini menyebabkan jumlah masyarakat kurang mampu bertambah dikarenakan salah satunya pengurangan karyawan dibeberapa perusahaan. Jika pengenaan PPN diberikan ke sembako, jasa pelayanan kesehatan medis, dan jasa pendidikan takutnya akan menimbulkan polemik baru yaitu kejahatan dari perampokan hingga pembunuhan akibat tuntutan biaya yang terlalu besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *