Akuntansi

PERAN EKONOMI ISLAM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Author: Halida Achmad Bagraff

Dosen: Akuntansi

Ekonomi Islam, seperti yang dijelaskan oleh Umar Chapra, merupakan inti dari prinsip-prinsip keuangan Islam, yang juga disebut sebagai Ekonomi Tauhid atau ekonomi ilahi. Prinsip-prinsip ekonomi berlandaskan syariah Islam ini sebenarnya telah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Aturan-aturan yang mengharamkan riba, maisir (perjudian), gharar (ketidakjelasan), dzolim (ketidakadilan), dan hal-hal yang diharamkan merupakan dasar-dasar pelaksanaan ekonomi Islam. Penerapan prinsip-prinsip ekonomi berbasis syariah diwajibkan bagi umat Islam sebagai wujud ketaatan manusia secara menyeluruh kepada Allah SWT. Berlandaskan pada prinsip-prinsip ini, ekonomi Islam menjadi bagian integral dalam masyarakat.

Ekonomi Islam bertujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi seluruh manusia dan bukan hanya fokus pada pencapaian keuntungan semata. Salah satu contohnya adalah saat terjadi krisis ekonomi global beberapa tahun lalu, perbankan Islam menjadi penyelamat. Sistem ekonomi ini menjadi salah satu sektor pertumbuhan utama dalam pembiayaan internasional. Meskipun total asetnya hanya mewakili sekitar 2 hingga 3 persen dari total aset keuangan global, atau sekitar 1 triliun dolar AS, namun pertumbuhannya mencapai rata-rata 25 persen setiap tahun. Saat ini, banyak negara bersaing untuk menjadi pusat bisnis keuangan syariah di tingkat global. Sebagai contoh, London telah unggul dari New York sebagai pusat ekonomi syariah di Eropa, dan Singapura di Asia Tenggara juga ambisius untuk mendominasi dalam bidang yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa minat terhadap sistem ekonomi berbasis hukum Islam tidak hanya berasal dari negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim, tetapi juga dari negara-negara liberal di mana Muslim merupakan minoritas.

Perkembangan ekonomi Islam di seluruh dunia tercermin dalam munculnya lembaga-lembaga perbankan syariah di berbagai negara. Perekonomian Islam dimulai dengan pendirian perbankan syariah, yang didasarkan pada prinsip-prinsip etika Islam dan memiliki dasar dalam al-Qur’an dan Hadis. Sejarah penting dalam perkembangan perbankan syariah adalah berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank di Kairo, Mesir pada tahun 1963. Pada dekade 1970-an, sejumlah bank berbasis syariah muncul di berbagai negara. Di Timur Tengah, beberapa contohnya adalah Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977), dan Bahrain Islamic Bank (1979). Di wilayah Asia-Pasifik, Philippine Amanah Bank didirikan pada tahun 1973 berdasarkan keputusan presiden, dan di Malaysia, pada tahun 1983, didirikan Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu individu yang ingin menabung untuk pelaksanaan ibadah haji.

Ketika terjadi krisis ekonomi global beberapa tahun yang lalu, perbankan Islam menjadi penyelamat yang signifikan. Sistem perbankan ini menjadi wilayah pertumbuhan utama untuk pembiayaan internasional. Saat ini, banyak negara bersaing untuk menjadi pusat bisnis keuangan syariah yang global. Sebagai contoh, London unggul dibandingkan New York dalam hal menjadi pusat ekonomi syariah di Eropa. Keuangan Islam sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yang melarang praktik bunga dan mengharuskan transaksi didasarkan pada aset fisik, serta mempromosikan pembagian risiko. Selain itu, dalam keuangan Islam, spekulasi dilarang dan risiko dibagi bersama antara pihak-pihak terlibat.

Tujuan utama dari pembangunan ekonomi adalah untuk transformasi perekonomian yang ada di Indonesia, dengan fokus pada peningkatan kualitas kehidupan secara keseluruhan. Upaya pengembangan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehingga tidak ada kesengsaraan dalam perekonomian, melainkan masyarakat dapat mencapai kemakmuran dan kesejahteraan. Perspektif Islam mengungkapkan bahwa perkembangan Ekonomi Islam tidak hanya terbatas pada aspek materi semata. Sebaliknya, aspek spiritual dan moral juga memiliki peran penting. Oleh karena itu, perkembangan moral dan spiritual harus selaras dan sejalan dengan kemajuan ekonomi.

Perkembangan sistem ekonomi syariah di Indonesia masih belum mencapai tingkat pesat seperti yang terlihat di beberapa negara lain. Secara umum, perkembangan ini dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu perkembangan industri keuangan syariah dan perkembangan ekonomi syariah di luar sektor keuangan. Kemajuan industri keuangan syariah dapat diukur relatif melalui data keuangan yang tersedia, sementara perkembangan di luar sektor keuangan memerlukan penelitian lebih mendalam untuk dipahami sepenuhnya. Di sektor perbankan, saat ini terdapat tiga Bank Umum Syariah (BUS), 21 unit usaha syariah di bank konvensional, serta 528 kantor cabang yang meliputi Kantor Cabang Pembantu (KCP), Unit Pelayanan Syariah (UPS), dan Kantor Kas (KK), dan juga 105 Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Total aset perbankan syariah mencapai lebih dari Rp. 28 triliun pada Maret 2007, dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) mendekati angka 22 triliun.

Pada tanggal 3 Juli 2000, Bursa Efek Jakarta (BEJ) memperkenalkan Jakarta Islamic Index (JII). Indeks harga saham ini didasarkan pada prinsip-prinsip syariah dan terdiri dari 30 saham perusahaan yang dianggap telah memenuhi kriteria syariah. Data hingga akhir Juni 2005 mencatat bahwa kapitalisasi pasar JII mencapai Rp325,90 triliun atau sekitar 43% dari total kapitalisasi pasar di BEJ. Volume perdagangan saham JII mencapai 348,9 juta lembar saham, atau sekitar 39% dari total volume perdagangan saham, dengan nilai perdagangan saham JII sebesar Rp322,3 miliar atau sekitar 42% dari total nilai perdagangan saham. Salah satu hal yang sangat diharapkan oleh para pelaku keuangan syariah di Indonesia adalah penerbitan Undang-Undang Perbankan Syariah dan Undang-Undang Surat Berharga Negara Syariah (SBSN) oleh pemerintah.

Hingga Agustus 2006, lebih dari 30 perusahaan telah menawarkan produk asuransi dan reasuransi syariah. Namun, pangsa pasar asuransi syariah saat itu hanya mencapai sekitar 1% dari pasar asuransi nasional. Di sektor multifinance, perkembangan semakin pesat dengan banyak perusahaan multifinance yang mulai menawarkan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Diharapkan bahwa angka-angka ini akan terus meningkat seiring dengan peningkatan permintaan dan tingkat imbal hasil (rate of return) dari produk-produk keuangan syariah yang ada.

Di sektor mikro, perkembangannya sangat positif. Lembaga keuangan mikro Syariah seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) terus berkembang, baik dalam hal aset maupun pembiayaan yang disalurkan. Saat ini, produk-produk keuangan mikro lainnya seperti micro-insurance dan mungkin micro-mutual-fund (reksa dana mikro) sedang dalam pengembangan. Industri keuangan syariah merupakan salah satu komponen dalam struktur ekonomi syariah. Seperti dalam ekonomi konvensional, ekonomi syariah juga mencakup aspek makro dan mikro. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat dapat menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam perilaku ekonomi mereka, termasuk dalam konsumsi, perilaku berbagi (kedermawanan), dan lainnya. Para pengusaha Muslim juga menjadi target dalam pergerakan ekonomi syariah di Indonesia. Meskipun perkembangan dalam aspek non-keuangan terlihat relatif lambat, terlihat peningkatan kesadaran masyarakat terhadap perilaku konsumsi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Hal ini tercermin dalam peningkatan dana zakat, infaq, waqaf, dan sedekah yang berhasil dikumpulkan oleh badan dan lembaga pengelola dana tersebut.

Peran ekonomi Islam dalam pembangunan nasional adalah suatu pendekatan ekonomi yang berasaskan prinsip-prinsip ekonomi Islam, nilai-nilai etika, dan moral Islam. Prinsip-prinsip ekonomi Islam ini mendasarkan diri pada ajaran-ajaran Al-Quran dan Hadis, serta tradisi Islam yang mengatur tata cara perilaku ekonomi manusia. Berikut adalah beberapa aspek penting peran ekonomi Islam dalam pembangunan nasional:

  1. Keadilan Ekonomi: Ekonomi Islam mendorong keadilan ekonomi yang kuat, yang berarti distribusi kekayaan dan sumber daya yang lebih adil di masyarakat. Hal ini dapat dicapai dengan berbagai cara, seperti zakat (sumbangan wajib untuk orang-orang yang berhak) dan wakaf (sumbangan untuk kepentingan sosial) yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi.
  2. Larangan Riba (Bunga): Islam melarang riba atau bunga. Hal ini berarti dalam sistem keuangan Islam, praktik pemberian atau pengambilan bunga tidak diperbolehkan. Ini dapat mendorong pembiayaan yang lebih adil dan lebih berkelanjutan.
  3. Berorientasi pada Kesejahteraan Sosial: Prinsip ekonomi Islam menekankan pentingnya kesejahteraan sosial. Dalam konteks pembangunan nasional, ini dapat diinterpretasikan sebagai fokus pada pembangunan infrastruktur dan layanan yang meningkatkan kualitas hidup seluruh masyarakat.
  4. Penghindaran Aktivitas Haram: Ekonomi Islam melarang praktik bisnis yang dianggap haram (tidak halal), seperti perdagangan alkohol, daging babi, judi, dan lainnya. Hal ini mempromosikan bisnis yang lebih etis dan moral.
  5. Usaha Produktif: Ekonomi Islam mendorong investasi dalam usaha produktif dan pembangunan ekonomi riil, yang dapat membantu pertumbuhan ekonomi nasional.
  6. Kerjasama dan Kepemilikan Bersama: Prinsip syirkah (kerjasama) dan mudarabah (investasi bersama) dapat digunakan untuk mempromosikan investasi yang lebih luas dan berkelanjutan.
  7. Perlindungan Konsumen: Prinsip-prinsip ekonomi Islam juga mencakup perlindungan konsumen dan perjanjian yang adil antara pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi ekonomi.

Dalam prakteknya, negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam memiliki kemampuan untuk menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam kebijakan ekonomi mereka. Tindakan ini dapat mencakup penggunaan lembaga perbankan syariah, lembaga keuangan syariah, insentif pajak, dan regulasi yang mendukung prinsip-prinsip ekonomi Islam. Namun, penting untuk diingat bahwa pendekatan ini dapat berbeda-beda dan bergantung pada faktor-faktor seperti situasi sosial, politik, dan ekonomi yang berlaku di masing-masing negara.

Perlu diingat bahwa penerapan ekonomi Islam dalam pembangunan nasional dapat bervariasi, dan berbagai negara Islam memiliki berbagai pendekatan dalam mengintegrasikan prinsip-prinsip ekonomi Islam ke dalam sistem ekonomi mereka sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *